Ini Sederet PR Menteri ESDM Era Prabowo Subianto di Sektor Migas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di era Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan memiliki setumpuk pekerjaan rumah di sektor minyak dan nasional (migas) yang harus diselesaikan.

Di sektor migas, produksi siap jual alias lifting minyak terus mengalami penurunan sejak 1997 dari produksi tembus 1,6 juta minyak barel per hari (bph) pada medio 1996-1997 hingga saat ini hanya mencapai sekitar 600.000 bph, padahal konsumsi minyak dari tahun ke tahun semakin membengkak.

Imbas konsumsi minyak yang mencapai 1,6 juta minyak barel per hari ini mengakibatkan dana sebesar Rp 450 triliun per tahun habis untuk mengimpor minyak ke Indonesia, terutama untuk kebutuhan liquefied petroleum gas (LPG).


Baca Juga: SKK Migas dan Kontraktor Optimistis Penemuan Migas Terus Meningkat

Selain lifting minyak dan impor migas, pekerjaan rumah di sektor migas lainnya adalah membenahi iklim investasi di sektor hulu migas yang cenderung minim dan kurang menarik bagi investor di hulu migas. 

Kontan mencatat ada 11 isu utama yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya tarik investasi di sektor migas, beberapa di antaranya adalah tumpang tindih perizinan dan kewenangan antar kementerian dan lembaga, perizinan lingkungan, regulasi ruang laut dan pertanian, serta kebijakan perpajakan yang kurang kondusif.

Yang tidak kalah penting untuk diselesaikan lainnya di sektor hulu migas adalah pemerintahan baru harus merampungkan revisi undang-undang migas yang selama belasan tahun masih belum selesai. 

Penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama mengubah paradigma industri migas di tanah air ke depan. Tuntutan lingkungan keberlanjutan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru nanti.

Memang, Menteri ESDM saat ini Bahlil Lahadalia telah mulai bergerak menyoroti permasalahan di sektor hulu migas di antaranya telah memangkas izin eksplorasi migas dari 320 menjadi hanya 140 izin untuk menarik lebih banyak investor dan mempercepat eksplorasi.

Selain itu, Bahlil juga akan mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada, termasuk 16.990 sumur idle, di mana sekitar 5.000 sumur dapat diaktifkan kembali untuk menambah produksi minyak.

"Masalah ini harus diselesaikan, pertama dengan mengoptimalkan sumur-sumur yang ada maupun yang idle untuk bisa meningkatkan lifting karena jika tidak ada gerakan atau apa-apa, itu turun kita sekitar 7%-15% per tahun," kata Bahlil.

Baca Juga: Konsorsium PHE, Sinopec, dan KUFPEC Teken Kontrak PSC WK Melati

Total sumur migas saat ini ada sekitar 44.900 sumur. Sementara yang aktif hanya 16.990 sumur idle. Setelah di breakdown lagi kurang lebih ada 5.000 yang dapat di-reaktivasi untuk mendorong penambahan produksi minyak Indonesia.

Selain itu, teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) juga akan digunakan oleh PT Pertamina dan Exxon Mobil Oil Cepu, produsen terbesar di Indonesia, untuk meningkatkan produksi.

Terakhir, wilayah Indonesia Timur menjadi target pemerintah dalam menemukan menambah cadangan migas baru. Pemerintah harus melakukan eksplorasi khususnya di wilayah-wilayah Indonesia Timur.

"Kita akan memangkas berbagai regulasi yang menghambat proses akselerasi daripada eksplorasi dari 320 izin sekarang tinggal 140 izin dan kita akan pangkas lagi kita perpendek dengan waktu yang tepat supaya investor bisa masuk," ujar Bahlil.

Mutakhir, Kementerian ESDM juga menerbitkan regulasi terbaru terkait kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) untuk meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia.

Salah satu Poin penting pada aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, dapat mencapai 75%-95%. Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Elan Biantoro mengatakan, salah satu isu yang harus dikawal oleh Menteri ESDM era pemerintahan baru di sektor migas adalah merampungkan revisi UU Migas. Sebab, UU Migas menjadi suatu hal yang fundamental untuk memberikan kepercayaan bagi investor baik di dalam negeri maupun di dunia untuk berinvestasi.

"Kalau UU-nya tidak lengkap, cacat hukum, tidak ada keamanan untuk investasi yang long tream 30 tahunan, tapi undang-undangnya belum diselesaikan," kata Elan saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10).

Baca Juga: Kementerian ESDM: 3 Tahun Terakhir, Ada 23 Kontrak Migas Baru

Selain UU Migas, Menteri ESDM harus dijelaskan secara jelas dan baik mengenai Kontrak Bagi Hasil (Production Cost Sharing/PSC) gross split. Memang, saat ini sudah ada perbaikan skema gross split dari 29 item menjadi 5 item untuk memberikan keleluasaan kepada kontraktor dan tambahan bagi hasil untuk investor mencapai 95%.

"Itu bagus, tapi belum tentu cukup menarik bagi investor karena buat satu negara term dan condition atau fiscal policy-nya tidak bisa diambil dari negara lain. Tiap negara sumber daya alam punya karakrteristik masing-masing. Kita perbaiki sistemnya agar lebih menarik bagi investor" ujar Elan.

Menurut Elan, dulu investasi hulu migas cukup menarik saat ini justru kalah menarik dengan negara seperti Meksiko, Kolombia, Afrika, Vietnam, dan lain-lain. Untuk itu, Indonesia harus bisa menyesuaikan apa-apa saja yang membuat menarik bagi investor seperti di negara lain.

"Makanya benchmark kita itu harusnya luar negeri bukan dalam negeri," tutur Elan.

Elan menyoroti investor migas kelas dunia yang kabur dari Indonesia dan membidik negara-negara di Afrika untuk menanamkan investasi di sektor hulu migas. "Yuk undang mereka lagi," sambungnya.

Dihubungi secara terpisah, pengamat Migas sekaligus mantan President  Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan mengatakan Menteri ESDM era pemerintahan baru harus menyoroti beberapa isu di sektor migas seperti meningkatkan daya tarik hulu migas, stream line birokrasi dalam proses bisnis dan perizinan, kolaborasi antar kementerian dan lembaga dalam membuat atau ,mengubah aturan.

"Jika hal tersebut dilakukan dengan baik, lifting dan investasi akan tumbuh dengan sendirinya," ungkapnya kepada Kontan, Rabu (16/10).

Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, untuk sektor migas paling utama adalah kemampuan cadangan migas yang baru akan diperoleh dari kegiatan eksplorasi. Sebab, kegiatan eksplorasi ini cukup berisiko bagi pebisnis migas karena cadangan ada di dalam tanah, jika tidak ditemukan cadangan migas maka uang investasi juga bisa hilang.

Untuk menyimbangkan risiko tersebut, kata Komaidi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan seperti data geologi yang diperbaiki, perizinan lintas sektor dipermudah, kepastian usaha, UU Migas harus diselesaikan.

"Produksi dan cadangan migas harus naik, jangka pendek mungkin sulit dilakukan. Jangka pendeknya adalah memanfaatkan sumur-sumur tua dengan teknologi EOR," ungkapnya kepada Kontan, Rabu (16/10).

Selanjutnya: Feng Shui Rumah Menghadap Utara, Bagus untuk Karier!

Menarik Dibaca: Feng Shui Rumah Menghadap Utara, Bagus untuk Karier!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi