Ini Sejumlah Agenda yang akan Dibahas WTO pada Pertemuan Tingkat Menteri (MC13) 2024



KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan, konferensi Tingkat Menteri atau Ministerial Conference (MC) terakhir, yakni MC12 yang digelar pada Juni 2022,  dinilai mampu menghasilkan kesepakatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Hasil ini menunjukkan bahwa WTO mampu menanggapi keadaan darurat di kondisi saat ini. “Anggota WTO dapat bersatu, melintasi geopolitik untuk mengatasi masalah global,” kata Ngozi via telekonferensi di acara Outreach For Southeast Asia And Pacific Journalists di Bangkok, Thailand, Selasa (25/4).

Namun, Ngozi mengimbau agar WTO tidak berpuas diri. Dia berharap, WTO akan terus menghasilkan output pada MC13 yang bakal digelar di Abu Dhabi February 2024. “WTO yang berorientasi pada hasil yang bermanfaat bagi masyarakat adalah harapan kita semua,” kata Ngozi.


Baca Juga: China Desak Pemantauan WTO yang Lebih Kuat Terhadap Pembatasan Ekspor Chip AS

Ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, misal subsidi di sektor  perikanan yang berkontribusi terhadap masalah penangkapan sumber daya laut berlebih dan kelebihan kapasitas penangakapan. Pada saat yang sama, kebijakan ini harus mempertimbangkan kebutuhan komunitas nelayan di negara berkembang dan tertinggal.

Ngozi mengatakan, WTO akan bergerak lebih cepat untuk meratifikasi kesepakatan yang dicapai Juni 2022 lalu. Kesepakatan ini hanya akan berlaku setelah dua pertiga anggota WTO menyetujuinya.

Ngozi menyambut baik bahwa Singapura adalah salah satu dari empat anggota WTO di Asia Tenggara dan Pasifik yang telah menyetujuinya. Dia berharap negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik untuk ikut serta,  sehingga WTO dapat memulai pemulihan di laut.

Lebih lanjut, kemajuan dalam reformasi perdagangan pertanian juga tak kalah penting. WTO telah merundingkan hal ini selama lebih dari dua dekade.

Penyelesaian sengketa juga menjadi fokus dalam MC13. Sebab, banyak anggota WTO telah mengidentifikasi ini sebagai prioritas utama mereka.

“Para menteri telah sepakat pada MC12 bahwa sistem penyelesaian sengketa yang berfungsi penuh dan berfungsi dengan baik pada tahun 2024,” pungkas Ngozi.  

Sehingga, setelah beberapa tahun tidak memiliki pencapaian (aksesi) yang lengkap, Ngozi berharap WTO dapat menyampaikan satu atau dua aksesi pada perhetalan MC13.

Di sisi lain, pelemahan ekonomi dunia memang tidak bisa dielakkan. Ekonom WTO memperkirakan bahwa jika ekonomi global dipisahkan menjadi dua blok mandiri, produk domestik bruto (PDB) global dalam jangka panjang akan turun setidaknya 5%. Ini berdampak pada penurunan kesejahteran di beberapa negara berkembang.

Regional Asia Tenggara dan pasifik, dimana rantai pasokan global merupakan kontributor penting bagi keberhasilan ekonominya, tidak diragukan lagi juga akan terkena dampaknya.

Baca Juga: Hadapi Uni Eropa di WTO, Industri Kelapa Sawit Indonesia Harus Berbenah

Untuk itu, negara WTO perlu memiliki kerja sama strategis. Keterlibatan negara-negara di lembaga seperti WTO dapat membantu membangun keyakinan, bahkan kepercayaan, dalam mengelola berbagai ketegangan saat ini dan tantangan di masa mendatang.

Ngozi juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama dan solidaritas multilateral. Solidaritas ini dibutuhkan saat dunia mengalami perubahan iklim, pandemi, perlambatan ekonomi, inflasi, kerawanan pangan, dan penipisan sumber daya.

Terlebih, wilayah Asia Tenggara dan Pasifik adalah pemain penting dalam perdagangan global dan pusat dari beberapa masalah yang dihadapi WTO saat ini.

Editor: Herlina Kartika Dewi