Ini Sejumlah Persoalan yang Hambat PLTS Cirata



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata dengan kapasitas 145 MW yang digadang-gadang menjadi pembangkit surya terapung terbesar di Asia Tenggara masih juga dalam proses konstruksi meski telah dimulai kesepakatannya di awal 2020. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia Fabby Tumiwa menjelaskan pembangunan PLTS Cirata sempat tertunda karena lama mengurus waiver untuk penggunaan modul surya impor atau non-TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri). 

“Saat ini sudah beres soal modul ini. Rencana commercial operation date (COD)  mundur dari yang awalnya akhir 2022 menjadi akhir 2023 atau awal 2024. Namun ini tergantung sistem kelistrikan PLN,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (6/4). 


Baca Juga: AESI Menilai Harga Listrik dari PLTS Terus Mengalami Penurunan

Fabby menyatakan, ada sejumlah hal yang menghambat proyek-proyek PLTS berskala besar (utility-scale) ini, yakni proses perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) dan TKDN modul surya sebesar 60%. 

“Pasalnya tidak ada pabrikan lokal yang dapat memenuhi TKDN tersebut. Belum lagi adanya persoalan bankabilitas modul surya yang bisa membuat financial closing mundur/tertunda,” tandasnya. 

Perihal masalah TKDN dalam pengembangan PLTS, di dalam laporannya IESR berjudul “ Pemetaan Peluang dan Tantangan Pengembangan Industri Komponen PLTS di Indonesia” menjelaskan, Indonesia membutuhkan pembaruan peta jalan pengembangan industri PLTS, menyesuaikan dengan kondisi dalam negeri dan rantai pasok global yang telah mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir. 

Seperti yang telah dimandatkan dalam Peraturan Presiden No 112 Tahun 2022, Kemenperin perlu menyusun peta jalan pengembangan industri untuk mendukung percepatan pengembangan EBT. Peta jalan tersebut harus spesifik dan realistis agar dapat dijadikan tolak ukur dan bahan pertimbangan pemerintah pusat dalam pemberian insentif.

Aturan TKDN untuk proyek PLTS saat ini belum efektif karena tidak disertai dengan insentif yang memadai untuk pengembangan industri. Di sisi lain, aturan ini justru cenderung menghambat pertumbuhan instalasi PLTS di Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah Akan Fokus Mendahulukan Pengembangan Energi Listrik Panas Bumi

TKDN PLTS menjadi salah satu tantangan dalam pemenuhan target kapasitas EBT terpasang pemerintah Indonesia. Kewajiban pemenuhan TKDN memberatkan pengembang PLTS dalam hal pendanaan proyek karena komponen PLTS produksi dalam negeri seperti modul surya dinilai belum bankable.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi