Ini Sektor Saham yang Bakal Kena Dampak Iuran Tapera



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah sektor saham diproyeksikan akan terkena dampak dari kewajiban iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi karyawan.

Asal tahu saja, kebijakan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam pasal 15 Ayat 1 PP tersebut dirinci bahwa besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.


"Besaran simpanan peserta untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%," bunyi ayat 2 pasal yang sama.

Emiten properti, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) melihat kebijakan ini bisa menjadi salah satu insentif untuk industri properti, sama seperti dengan insentif PPN DTP. Per hari ini, CTRA tidak bergerak di perumahan untuk segmen MBR, sehingga belum ada kerja sama dengan Badan Pengelola (BP) Tapera.

“Kami belum bisa ukur (sejauh mana dampak ke kinerja CTRA). Ini sangat bergantung dari skema dengan developer perumahan. Sekarang skemanya masih belum jelas,” ujar Direktur Ciputra Development Harun Hajadi kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).

Per hari ini, CTRA tidak bergerak di perumahan untuk segmen MBR, sehingga belum ada kerja sama dengan Badan Pengelola (BP) Tapera. Menurut Harun, CTRA juga belum tahu apakah di masa mendatang akan bekerja sama dengan BP Tapera jika peraturan ini sudah resmi berjalan.

Baca Juga: Kelola Dana Masyarakat, Pengamat Desak BP Tapera Transparan Soal Neraca Keuangan

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda menilai, secara garis besar, dampak dari iuran Tapera akan menjadi sentimen positif untuk properti khususnya emiten properti yang fokus pada pengembangan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Selain emiten properti, iuran Tapera ini juga dapat berdampak positif juga pada emiten konstruksi dan emiten bahan bangunan. Sektor perbankan juga terdampak positif, khususnya emiten bank yang fokus pada bisnis kredit pemilikan rumah (KPR),” ujar dia kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).

Kebijakan Tapera berpotensi memberikan dampak positif pada kinerja emiten di sektor properti dan perbankan, terutama emiten yang fokus pada segmen menengah ke bawah.

Emiten dari sektor properti yang berpotensi positif kinerjanya adalah PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), CTRA, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). Namun, secara spesifik ada SMRA dan APLN yang punya perumahan dengan harga relatif lebih murah.

“Sedangkan, emiten perbankan yang kena dampak positif adalah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) (BBRI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI),” ungkapnya.

Baca Juga: Polemik Dana Tapera, Begini Usulan Pengembang Properti

Vicky melihat, iuran Tapera bisa mendorong kinerja emiten properti serta meningkatkan permintaan rumah. “Namun, perlu dicari tahu lebih dalam lagi seperti apa kebijakan Tapera ini serta bagaimana penerapannya nanti. Sehingga, efeknya baru dapat dilihat secara jangka panjang,” paparnya.

Vicky pun merekomendasikan trading buy untuk BBTN dengan target harga Rp 1.325 per saham. Rekomendasi wait and see masih diberikan untuk CTRA, SMRA, APLN, LPKR, BBRI dan BMRI.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy bilang, iuran Tapera akan menambah beban semua perusahaan sebesar persentase tertentu dari total biaya gaji.

Sementara, untuk karyawan, iuran Tapera akan mengurangi disposable income. Akibatnya, daya beli yang sekarang sudah rendah akan makin menurun. Selain itu, kebutuhan rumah tidak menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap karyawan.

“Karyawan yang memiliki rumah tidak mendapatkan manfaat (dari iuran Tapera). Jika iuran Tapera dianggap sebagai tabungan, seharusnya tidak perlu diatur negara,” ujar Budi kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).

Baca Juga: REI: Tapera Dapat Menjadi Booster Masyarakat Membeli Rumah

Budi melihat, tidak ada sektor yang mendapatkan manfaat, kecuali sektor finansial dan perbankan, khususnya para aset manajemen yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola dana triliunan rupiah itu.

Jika daya beli masyarakat akan menurun, maka sektor konsumsi akan terdampak. Di sisi lain, industri properti secara umum juga tidak akan kena dampak positif.

Sebab, besaran iuran Tapera relatif tidak dapat mencukupi pembelian rumah. Apalagi, yang menabung tidak semua mendapatkan manfaat atas tabungannya tersebut. Poin ini diungkapkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39.

“Mungkin ada (dampak positif), yaitu ke developer properti yang punya aset rumah MBR,” ungkapnya.

Di sisi lain, imbal hasil dari Tapera masih di bawah angka inflasi Indonesia. Artinya, aset tabungan bukan meningkat tetapi malah terkuras nilainya.

“Ini sudah terjadi di banyak kasus pengelola dana pensiun (dapen), seperti Asabri, Jiwasraya, dan Unitlink,” ungkapnya.

Baca Juga: Gaduh Soal Tapera, Begini Tanggapan Indonesia Property Watch

Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada melihat, iuran Tapera akan menguntungkan sektor perbankan, khususnya BBTN.

Kebijakan iuran Tapera ini juga masih di tahap awal, sehingga harus terus dilihat ke mana arah perkembangannya. Jika pemerintah menunjuk developer untuk membangun perumahan yang dimaksud, maka emiten properti akan ketiban untung dari kebijakan ini.

Sementara, jika perumahan yang dimaksud dibangun sendiri melalui Kementerian PUPR, maka emiten konstruksi justru yang akan diuntungkan. “Emiten pendukung bisnis properti, seperti emiten keramik dan emiten cat, kemungkinan juga akan terkena dampak positif,” tuturnya.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, iuran Tapera membuat alokasi penghasilan untuk pembiayaan atau pembelian rumah bagi pekerja menjadi mandatory.

Secara umum, program ini bertujuan untuk mengurangi backlog perumahan dengan segmen terbesarnya adalah masyarakat menengah ke bawah. Dengan tujuan program untuk pemenuhan kebutuhan perumahan bagi pekerja, maka akan meningkatkan permintaan terhadap rumah tinggal.

“Akibatnya, sektor properti dan sektor turunannya, seperti bahan bangunan (semen, baja, keramik, dan saniter) dan sektor keuangan dan finansial (perbankan dan asuransi),” ujarnya kepada Kontan, Rabu (29/5).

Baca Juga: Soal Kebijakan Tapera, Begini Respons Pengembang Properti Agung Podomoro (APLN)

Dari sektor perbankan, BBTN menjadi emiten yang paling terdampak positif. Sebab, BBTN punya fokus bisnis pada pembiayaan perumahan dengan segmen terbesar masyarakat menengah ke bawah.

Sektor properti dan real estate juga akan terdongkrak kinerjanya. Saat ini, ada 90 lebih emiten di sektor ini dengan pemain besarnya adalah BSDE, CTRA, PWON, SMRA, dan LPKR.

First liner emiten properti di Bursa sekarang aset rumah tapaknya mayoritas untuk segmen menengah ke atas. Namun, besar peluang ke depan developer besar properti memperbesar porsi untuk segmen menengah ke bawah,” ungkapnya.

Lalu, emiten semen akan terdampak dengan pilihannya SMGR dan INTP. Emiten keramik yang kemungkinan akan dapat sentimen positif adalah ARNA, AMFG, MLIA, dan TOTO.

Emiten cat yang bisa ikut mendulang cuan adalah AVIA. Sementara, emiten distributor bahan bangunan, seperti CSAP dan DEPO juga bakal terkerek naik kinerjanya.

Alfred pun merekomendasikan beli untuk BBTN, BSDE, dan SMRA dengan target harga masing-masing Rp 1.600 per saham, Rp 1.360 per saham, dan Rp 840 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati