KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan dalam negeri masih terbilang stabil. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per November 2019 lalu posisi NPL ada di level 2,77%, meningkat dari setahun sebelumnya 2,67%. Sementara itu, pada akhir tahun 2019 lalu OJK menuturkan posisi NPL stabil di level 2,5%. Namun, bukan berarti risiko kredit lebih jinak. Memasuki tahun 2020, kondisi ekonomi global pun kian bergejolak. Apalagi dengan merebaknya wabah virus corona yang membuat ekonomi China terganggu.
Praktis, Indonesia yang sebagian sektor ekonominya banyak bergantung pada China pun bakal ikut merasakan dampaknya, paling tidak pada kuartal pertama 2020. Baca Juga: Laba BTN Terjun Hingga 92,5%, Ternyata Ini Penyebabnya Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengungkapkan, di awal tahun NPL berkemungkinan besar terkerek naik ke 2,6%. Sementara hingga penghujung tahun 2020, posisi NPL masih betah bertengger di level 2,5%. Ada beberapa ancaman yang mengakibatkan NPL akan jalan di tempat. Sentimen terbesar tentunya datang dari kondisi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang belum memberikan hasil yang menggembirakan bagi industri. "Ancaman virus corona baru Covid-19 bisa membuat perdagangan nasional ke China menyusut jauh karena China adalah negara tujuan utama ekspor nasional," kata dia kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2). Kendati dampaknya belum bisa diukur secara pasti, Paul memandang transaksi trade finance atau ekspor impor perbankan bakal menciut dalam beberapa waktu ke depan. Sementara dari sisi sektor kreditnya, ada beberapa yang masih akan punya NPL tinggi.