Ini sentimen-sentimen yang perlu jadi perhatian investor di semester 2



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini, pemerintah di banyak negara harus menjalankan perekonomian dengan was-was. Belum adanya perkembangan vaksin yang bisa menangkal penyebaran virus Covid-19, bisa membuat risiko besar penyebaran virus Covid-19 gelombang ke 2.

Berikut ini wawancara dengan Rudiyanto Direktur Panin Asset Management

Bagaimana Anda melihat sentimen-sentimen yang ada di pasar sekarang ini?

Kalau bicara sentimen, memang di akhir bulan Mei sampai akhir Juni ini sempat terjadi perubahan. Kalau tadinya sentimen yang negatif-negatif tiba-tiba dalam 2 minggu beralih cukup signifikan.

Untuk semester 2 nanti, orang akan melihat pelonggaran daripada PSBB ini seberapa jauh bisa memulihkan sektor real. Pasar modal itu bisa pulih cepat tapi sektor real itu masih butuh waktu. 

Contoh yang punya usaha di mal, itu kan sudah kehilangan income hampir 3 bulan di April, Mei, dan Juni kan sampai tanggal 15 Juni. Sudah begitu, baru buka pun belum tentu langsung ramai.

Lalu untuk sektor pariwisata, mungkin akan lebih lama dari ini. Orang mungkin belum ada keinginan untuk jalan-jalan. Kalau untuk penerbangan dan wisata-wisata lokal mungkin sudah ada. Hotel-hotel memang sudah buka, tapi yang mau tinggal di sana siapa? Mungkin yang melakukan perjalanan-perjalanan bisnis akan tunda sampai September atau Oktober.

Jadi untuk beberapa sektor masih butuh 3-6 bulan bahkan 1 tahun lagi untuk bisa pulih.

Dengan catatan ini semua berjalan lancar?

Ada orang-orang yang bilang ada second wave ya. Kalau saya bilang terus terang saya sependapat dengan yang dinyatakan di Amerika. Betul ada risiko munculnya second wave pada waktu lockdown dibuka secara perlahan, tapi kemungkinan untuk kembali dilakukan lockdown atau karantina seperti kemarin lagi sudah kecil. Kenapa? Biaya ekonominya sudah telalu mahal. Jadi kalau pun ada, mungkin per lokasi saja, jadi kalau di satu tempat misalnya, ya sudah per tempat saja atau RW atau per RT. Kalau misalnya kita mau tutup secara keseluruhan, biaya ekonominya kita tidak bicara miliar, biaya ekonomi sudah triliun.

Jadi game changer-nya orang bilang vaksin, tapi sebelum vaksin saya rasa bisa juga biaya untuk melakukan rapid test atau swab test. Kalau misalnya biaya rapid test bisa ditekan di bawah Rp 100 ribu dan akurasinya juga meningkat, pemulihan ekonomi akan lebih cepat. Orang juga kalau mau naik pesawat kan harus swab test. 

Kantor saya ditawari Rp 3,5 juta untuk swab test kalau lebih dari 100 orang baru turun jadi Rp 2 juta.

Belum lagi mengingat perjalanan yang panjang kan harus 2 kali tes karena kan tesnya kedaluwarsa dalam 7 hari?

Mau perjalanan pendek juga harus 2 kali tes, harus di swab ulang. Nah ini kan jadi tidak masuk akal biaya perjalanannya. Tiket Jakarta-Surabaya mungkin 2 juta biaya swab tes-nya Rp 7 juta.

Jadi kalau rapid test yang akurasinya tinggi kemudian biayanya di bawah Rp 100 ribu, menurut saya bioskop, tempat-tempat wisata, atau yang ada kontak fisik seperti gym atau konser akan bisa dibuka lebih cepat. Tapi kalau biayanya masih di atas Rp 100 ribu akan cukup menyulitkan. Yang bergerak hanya yang bisnis saja yang pariwisata akan susah.

Sentimen lain yang perlu diperhatikan, kalau misalnya jadi kan Amerika Serikat tahun ini akan melakukan pilpres. Memang Donald Trump kan gayanya sudah seperti ini. Bisa saja dia menyatakan suatu hal yang mungkin ada maksudnya untuk negaranya tapi juga untuk kepentingan dia punya pemilihan presiden. 

Jadi sentimen luar negeri saya bilang akan tinggi juga. Tidak semuanya negatif juga. Kalau misalnya dia bilang nanti bunga saya bikin -0,5% itu kan jadi positif. 

Sebelum pandemik melanda Amerika, saya melihat Trump sangat percaya diri dengan prestasinya dalam perekonomian. Angka pertumbuhan, unemployment-nya juga memang kelihatan bagus. Tapi begitu pandemik ini melanda AS semuanya kan berbalik. Anda melihat strategi seperti apa lagi yang akan dijalankan Trump untuk menang?

Kalau melihat berita-berita dari sana kan dia menyalahkan semuanya. China dia salahkan, semuanya dia salahkan. Dia selalu salahkan seseorang yang mungkin benar yang mungkin juga tidak, karena untuk kepentingan elektabilitas itu adalah langkah yang perlu dilakukan.

Demo dan kerusuhan yang terjadi beberapa hari ini di sana, menurut saya juga berpengaruh. Waktu dia terpilih juga ada demo-demo seperti itu juga kan? Jadi menurut saya pada saat menjelang pilpres AS, apakah itu janji kampanye, apakah itu kebijakan,  menurut saya akan ada hal-hal yang di luar dugaan. Sifatnya bisa positif, bisa juga negatif.

Walaupun saya  pribadi, menurut saya di sana pelurunya sudah habis-habisan. Pajak sudah diturunkan, duit sudah dibagi-bagi. Dia kan sudah transferkan ke seluruh warga negaranya US$ 1.500 karena Covid-19 ini. Kemudian bunga juga sudah 0%. Saya melihat satu-satunya kekuatan dia tinggal cetak uang saja. Cuma cetak uangnya juga, kalau menurut saya karena sudah terlalu banyak ya menurut saya, jadi mata uangnya melemah karena itu. Bukan karena kerusuhan 

Kalau dari dalam negeri, saya melihat laporan keuangan Q2 yang akan lebih buruk dari Q1 itu mungkin akan terbit antara Agustus atau September ini. Mungkin ada juga yang Juli, tapi kemungkinan di Agustus dan September.

Nah di kuartal 2 ini kita benar-benar mengalami lockdown atau PSBB, jadi beberapa sektor itu akan terpukul cukup dalam laporan keuangannya. Jadi penjualannya anjlok, laba bersih anjlok.

Menurut saya market sudah mengantisipasi, tinggal kita ekspektasi keluarnya buruk sekali atau buruk atau ternyata enggak buruk-buruk amat. Jadi kalau disebutkan pertumbuhan ekonomi kita kuartal 2 misalnya -X %, ya sudah. Itu enggak Cuma di kita kok di seluruh dunia mengalaminya. 

Jadi laporan keuangan kuartal 2 itu bisa menjadi negatif tapi sudah dalam ekspektasi. Nah apa yang menjadi perhatian di semester 2 nanti? Kalau kita melihatnya nilai tukar mata uang kita akan stabil. Ini kan sudah semakin stabil. Kalau Panin Aset melihatnya di Rp 14.500.

Saham-saham seperti apa yang harus kita lihat di semester 2 ini? 

Yang kami lihat sekarang apa yang bisa menggerakkan pasar di semester 2. Pertama ketika sahamnya terlalu murah, maka saham-saham yang naik itu orang lihat valuasi. Jadi enggak ada sektor tertentu, pokoknya kalau murah sudah naik. Murah itu misalnya book value-nya di bawah 1 kali atau di bawah 1/2 kali. Atau price on earning ratio-nya di bawah 10 kali. 

Saat ini sih kami melihat sudah naik tapi belum merefleksikan valuasi yang ada. Jadi mungkin saham-saham yang value-nya murah masih akan naik lagi. Tapi ketika harganya sudah mencapai level tertentu yang dianggap wajar, orang akan melihat cerita. 

Misalnya sektor ini orang sudah menemukan vaksin atau produksi vaksin, atau misalnya harga emas lagi tinggi, jadi yang berkaitan dengan emas naik. Jadi ketika valuasinya sudah wajar, orang baru ke sentimen, baru setelah itu stock picking.

Tentu valuasi beda ya antara Bank BRI dengan yang lain, kita tidak perlu tunggu di bawah 1 tapi kita di bawah angka sekian orang sudah anggap murah. Kita tidak bisa patokan book value di bawah 1 itu berlaku untuk semua saham. Big cap itu book value-nya 2 saja masih dianggap murah karena normalnya 4. 

Nah kemudian dari penggeraknya sampai dengan Bulan Juni ini IHSG ini yang menggerakkan adalah investor asing dan investor lokal individu. Terjadi lonjakan investor lokal yang sangat signifikan, tanya ke bursa, tanya ke teman-teman sekuritas, semua punya kesimpulan yang sama.

Selama masa PSBB ini bisnis sekuritas malah bagus. Kenapa? Ya mungkin selama toko tutup bos-bos yang punya duit untuk punya income mereka cari duit di pasar modal. Orang yang buka rekening dengan nominal Rp 1-2 M itu banyak sekali.

Kalau saya tanya orang bursa, Maret-April kalau enggak salah, itu dua kali lipat yang buka rekening. 

Investor institusi belum banyak yang turun, mereka masih wait and see. Jadi perkiraan kami, nanti ketika investor lokal ini mulai turun gunung nah itu menjadi satu sentimen penggerak yang lain.

Tapi yang mengagetkan ternyata indeks kita bisa diangkat oleh investor lokal. Ketika investor asing keluar yang menalangi dan menaikkan itu investor lokal perorangan, dulu enggak bisa. Sekarang mungkin karena jumlahnya jauh lebih banyak, transaksi kita juga kan kembali lagi kan Rp 10 T- Rp 9T. Dan itu saham-saham gorengannya sudah enggak ada.

Kalau secara keseluruhan saya melihat volatilitas masih akan ada. Jadi kalau misalnya orang waktu kemarin harga naik belum sempat dapat ya jangan dikejar. Tapi kalau misalnya dalam satu hari ada koreksi 1%-2% atau di atas ½% bisa masuk secara bertahap. Itu strategi yang kami sarankan.

Anda melihat sektor perbankan seperti apa sekarang ini valuasinya? 

Kalau bank memang kita harus terima kenyataan ada kredit macet itu. Beberapa bank juga mengalami masalah likuiditas. Kenapa?  Ya karena ada beberapa perusahaan gulung tikar, tidak bisa bayar gaji, bisnis yang obligasi atau utangnya sudah di ambang gagal bayar makin hari makin banyak. Ada yang memang bisnisnya terganggu, ada juga yang aji mumpung. Itu harus kita akui, ada juga yang sudah gagal dari tahun-tahun lalu dipas-paskan sekalian saja. Ada juga yang memang benar-benar komitmen tapi bisnisnya memang susah saja. Itu kan semua efeknya ke bank.

Tapi di satu sisi kita melihat pemerintah itu cukup protektif terhadap sektor perbankan. Jadi banyak peraturan-peraturan, kalau saya lihat menjaga jangan sampai ada bank yang collapse. Karena kalau bank yang collapse itu sistemik. 

Jadi perbankan itu memang sedang kesulitan, tapi dilindungi. Tapi yang susah bukan cuma dia, semua juga sedang susah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.