KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kinerja reksadana
offshore (luar negeri) berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) cukup positif dan menjanjikan di tahun 2024. Hal itu seiring dengan menguatnya dolar AS terhadap sekeranjang mata uang. CEO PT Pinnacle Persada Investama (Pinnacle Investment) Guntur Putra menilai, kinerja reksadana
offshore di sepanjang tahun 2024 ini akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya seperti kondisi ekonomi global, kebijakan moneter bank sentral, dan juga sentimen pasar. Menurut dia, reksadana
offshore berbasis dolar AS memiliki prospek yang cukup baik di tahun ini, karena penguatan mata uang tersebut dapat meningkatkan nilai investasi dalam mata uang lokal.
Namun, Guntur mengatakan bahwa sejauh ini masih sulit untuk menakar prospek dolar ke depannya karena banyak faktor yang akan berpengaruh termasuk kebijakan moneter, perkembangan ekonomi global, dan geopolitik. Akan tetapi, perkembangan pasar terkini yang dibayangi suku bunga tinggi semestinya masih akan membuka peluang bagi
the greenback untuk terus menguat. Selain itu, Guntur menilai bahwa di kondisi saat ini sebenarnya investor Indonesia baik institusi, maupun ritel butuh instrumen investasi di luar pasar modal domestik untuk kebutuhan diversifikasi portfolio secara menyeluruh.
Baca Juga: Reksadana Pasar Uang dan Deposito Jadi Opsi Menarik Investasi Jangka Pendek “Di tengah kondisi global
economic slowdown dan high interest rate environment prospek reksadana offshore sebenarnya cukup menarik dan masih cukup baik, tetapi akan tergantung dari strategi investasi dan jenis reksadana offshore masing-masing,” kata Guntur kepada Kontan.co.id, Senin (24/6). Lebih lanjut, Guntur mengatakan, potensi kinerja reksadana
offshore masih cukup baik mengingat kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) secara
year to date (YTD) dan index LQ45 serta IDX30 mencatatkan kinerja negatif, ditambah nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS dalam 10 tahun terakhir dan secara YTD. “Sedangkan kita lihat sebagai contoh pasar US S&P 500 masih mencatatkan kinerja yang cukup baik,” kata dia.
Di sepanjang tahun 2024, dolar AS telah menguat lebih dari 4,90% terhadap rupiah. Kurs rupiah pun masih bertahan di level Rp 16.394 tertekan 0.12% atau di kisaran Rp 16.450 per dolar AS, pada penutupan Selasa (24/6). Kendati demikian, Guntur mengingatkan, perlu dicatat bahwa performa reksadana offshore
akan tergantung strategi dan aset yang dimiliki dalam portofolio reksadana tersebut. Di samping itu, perlu diketahui bahwa reksadana offshore berbasis AS saat ini memiliki limitasi dan hanya bisa berinvestasi di saham-saham syariah. Reksadana offshore USD juga cenderung memiliki expense ratio reksadana yang lebih tinggi karena ada kemungkinan biaya-biaya reksadana tidak seefisien reksadana konvensional. Sedangkan dari sisi perpajakan, reksadana kelas aset ini juga tampil
underperform ketimbang acuan (
benchmark) karena biaya operasional dan perpajakan yang cukup tinggi. Namun, ia menyebutkan bahwa penguatan nilai investasi mata uang, potensi imbal hasil yang lebih tinggi, dan diversifikasi portofolio bakal mendukung kinerja reksadana offshore
. “Tapi perlu diingat, risiko fluktuasi nilai tukar dan ketidakpastian geopolitik dapat mempengaruhi nilai investasinya, serta biaya-biaya pengelolaan juga bakal cukup membebani reksadana
offshore,” bebernya. Selaras dengan hal ini, Direktur Panin Asset Management (AM), Rudiyanto mengatakan kinerja reksadana
offshore di tahun ini masih cukup positif. Hal ini seiring dengan pasar saham di Amerika Serikat, dari indikator SP500 Shariah tengah mengalami kenaikan tinggi karena sentimen Kecerdasan Buatan (AI).
Baca Juga: Reksadana Pasar Uang KISI AM Cocok Diandalkan Saat Suku Bunga Bertahan Tinggi “Otomatis reksadana
offshore yang berinvestasi di SP500 Shariah juga akan lebih baik dibandingkan kinerja reksadana yang berinvestasi di IHSG,” kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (24/6). Meski begitu, Rudiyanto menilai bahwa penguatan dolar saat ini yang berdampak bagi kinerja reksadana
offshore dolar AS mungkin tidak akan berkepanjangan. Pasalnya, rupiah diprediksi bisa berbalik menguat apabila The Fed mulai memangkas suku bunga acuannya. Rudiyanto meyakini bahwa rupiah tahun ini bisa menguat terhadap dolar. Meskipun ekspektasi pemangkasan suku bunga telah bergeser di bulan September dari sebelumnya Juni 2024, serta pemangkasan mungkin hanya dilakukan 1 kali. “Tetapi tentunya jika secara kinerja dibandingkan dengan pasar Indonesia, masih ada beberapa reksadana
offshore yang cukup menarik. Namun, tergantung dengan strategi investasi dan
investment geography dari masing-masing reksadana
offshore tersebut,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari