KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Risiko investasi di Indonesia turun dalam sepekan terakhir. Hal ini terindikasi dari naiknya level Credit Default Swap (CDS) Indonesia yang 5 tahun Merujuk
Bloomberg, level CDS 5 tahun Indonesia berada di level 107,321 pada Jumat (24/6). Posisi ini sebenarnya turun dibanding awal pekan ini yang masih berada di level 106,46. Namun, sudah lebih baik dibanding akhir pekan lalu yang berada di level 116,167. Namun, hal tersebut bisa saja hanya bersifat sementara. CEO Edvisor.id, Praska Putrantyo menjelaskan, saat ini kondisi pasar obligasi Indonesia sebenarnya masih berada dalam tekanan, khususnya pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Ini seiring dengan kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang berpotensi masih agresif. Namun, tekanan dari eksternal tersebut mulai memudar di pekan ini. Dan membuat risiko investasi mulai turun di pekan ini. Mengingat, Federal Reserve (The Fed) mengerek suku bunga acuan di pekan lalu. Dari dalam negeri, laju inflasi domestik sebenarnya masih terkendali, walau terlihat mulai memanas dengan berada di atas 3,5%.
Baca Juga: BI: Modal Asing Hengkang Rp 8,35 Triliun dari Pasar Keuangan dalam Sepekan Namun, pelemahan rupiah sempat membuat CDS 5 Tahun berada di level 130 pada perdagangan Jumat, sebelum akhirnya mereda dan ditutup di posisi 107. “Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga masih relatif tertekan di atas Rp 14.800 per dolar AS. Tak mengherankan akhirnya persepsi terhadap risiko berinvestasi di Indonesia pun meningkat,” jelas Praska kepada Kontan.co.id, Jumat (26/6). Dalam jangka pendek, Praska melihat kebijakan soal suku bunga dari The Fed maupun Bank Indonesia masih akan jadi sentimen utama. Jika BI ternyata masih mempertahankan suku bunga di 3,5% pada Juli, ketika The Fed kembali naikkan suku bunga, maka bisa akan memicu kenaikan level CDS Indonesia. Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar rupiah juga bisa berlanjut. Hanya saja dia menilai, kebijakan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan sebenarnya berdampak baik untuk ekspansi ekonomi sektor riil. Pasalnya ini akan membuat biaya pendanaan masih terjangkau mengingat ekonomi domestik masih dalam tahap pemulihan. Di satu sisi, menurutnya fundamental Indonesia yang baik juga dapat menjadi katalis positif. Hal tersebut akan sangat membantu pasar modal domestik untuk tetap bertahan mengantisipasi risiko fluktuasi pasar akibat tren kenaikan suku bunga acuan.
Baca Juga: Risiko Investasi Dalam Negeri Naik Lagi Jelang Rapat The Fed “Alasannya, prospek ekonomi jangka panjang di Indonesia yang masih menjanjikan secara pertumbuhan dan laju inflasi yang diharapkan dapat terkendali di koridor 3% +/- 1%,” imbuhnya.
Ke depan, Praska memperkirakan level CDS 5 tahun masih dapat bertahan di atas level 120 jika laju inflasi domestik terus merangkak naik, namun suku bunga acuan belum dinaikkan. Hal itu juga akan memberikan tekanan lebih pada pasar SBN, terlebih jika harga komoditas masih bertahan di level tinggi. Namun, jika ternyata harga komoditas kemudian melandai lalu laju inflasi AS juga akan turun, maka bisa saja CDS Indonesia akan bergerak turun. “Kondisi tersebut dapat mendorong penurunan
yield US Treasury 10 tahun yang tentu juga berdampak pada
yield di
emerging market, termasuk Indonesia,” tutupnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari