Ini Sosok Nur Hidayati, Pedagang Minuman di GBK Yang Jadikan 8 Anaknya Sarjana



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Nur Hidayati (50) Pedagang Aneka Minuman di Gelora Bung Karno (GBK) akhirnya bisa mengantarkan delapan anaknya sampai ke jenjang pendidikan sarjana dengan uang dari hasil berjualan aneka minuman. Kini usahanya bukan saja berjualan aneka minuman, tetapi berkembang ke bisnis peternakan kambing, warteg sampai pertanian.

Berawal pada tahun 1994, Hidayati mulai mengadu nasib di Jakarta bersama sang suami yang bekerja sebagai security. Perempuan asal Tegal Jawa Tengah itu awalnya mencoba peruntungan berjualan minuman teh botol di sebuah sekolah di kawasan Grogol. Dari usaha itu, Hidayati kemudian untung dan memutuskan membuat gerobak untuk berjualan.

Suatu ketika ada acara CNI sebuah perusahaan multi level marketing (MLM) di kawasan Manggala yang sedang mengadakan acara. "Saya berjualan di sana, waktu itu terpaksa meninggalkan anak di rumah untuk jualan," kata dia ke Kontan.co.id, Kamis (17/3).


Setelah berjualan di sana, Hidayati meraih omzet Rp 350.000 dengan berjualan sampai pukul 23.00 WIB. "Pulangnya saya diomelin oleh suami. Kebetulan suami saya security, dia bilang jualannya kalau dia libur, jangan ninggalin anak di rumah," kata dia.

Ia mengatakan, nasehat suaminya pun dipatuhi, namun hasrat untuk berjualan minuman terus ada karena untung dari berjualan bisa berkali lipat. Maka, suatu hari, Hidayati bermimpi bisa berjualan di Gelora Bung Karno (GBK). "Waktu itu saya sambil gendong anak, kapan ya bisa jualan di sini. Saya tanya-tanya ke pedagang di sini," ujar dia.

Lantas, tak butuh waktu lama tahun 1995 Hidayati sudah mulai berjualan di depan Aquatic. Kawasan ini terbilang gemuk karena banyak masyarakat yang latihan berenang. Alhasil, penjualan aneka minuman di sana laris manis. "Saya kemudian mengumpulkan beberapa pedagang di sana, untuk berjualan di Aquatic. Tapi beli minumnya ke saya," terang dia.

Benar saya, omzet Hidayati per minggu bisa mencapai Rp 3 juta pada tahun 1995. Kemudian nama Hidayati tersiar ke beberapa lapak di GBK. Dia pun terkenal sebagai koordinator yang dikenal oleh para pedagang di sana.

Apalagi kata Hidayati, jika ada pertandingan sepakbola ataupun pertandingan cabang olahraga lainnya, penonton sangat ramai. Omzet yang bisa diraihnya bisa mencapai Rp 15 juta per hari. Namun berjualan di GBK tidak selamanya mujur. "Saya pernah di gampar waktu menolak untuk membayar uang lapak ke preman," ujar dia.

Meski mendapat perlakuan keras, Hidayati tak bergeming. Dia tetap berjualan di sana karena memang lahan di GBK tidak ada yang memiliki. Pemilik sahnya adalah pemerintah. "Saya bilang ke preman itu, kalau ada sertifikat tanah yang dia pakai untuk berjualan, saya beli sekarang juga." ucap dia lantang.

Perlakuan kekerasan itu tersiar ke beberapa pelaku usaha, banyak yang berempati ke Hidayati dan mengutuk keras aksi kekerasan itu. Tetapi akhirnya kedua kubu preman yang ingin menguasai lahan GBK itu berkawan baik dengan Hidayati. "Sebelum ASEAN Games itu ada perebutan lahan, dua kubu," ujar dia.

Tak berhasil menguasai lahan, akhirnya pengelola GBK mengizinkan Hidayati dan beberapa pedagang lain tetap bisa berjualan di sekitar GBK. Dia mengatakan, saat event Asean Games menjadi hari yang sangat menyenangkan baginya. Pasalnya, dia bisa meraih profit Rp 150 juta dalam dua pekan penyelanggaraan olahraga itu.

"Rp 75 juta untuk uang sekolah anak saya, Rp 75 juta sisanya untuk ngongkosin anaknya yang bekerja di Kapal Pesiar di Amerika Serikat," tutur dia.

Hidayati mengatakan, dari berjualan aneka minuman dirinya sudah bisa membiayai delapan anaknya sampai dengan sarjana. "Ada yang sekolah di kampus negeri ada yang swasta, ada yang juga sekarang sudah bekerja di perbankan," terang dia.

Ia mengatakan prinsip hidupnya adalah pendidikan adalah nomor satu maka semua anaknya harus sekolah sampai tinggi, kalau perlu sampai S2. "Banyak yang tidak percaya, cuma jualan aneka minuman bisa sekolahkan anaknya ke Sarjana, ada delapan lagi. Saya senyum saja," ujar dia.

Ia menjelaskan, pada tahun 2000 bisnis aneka minuman surut karena pandemi Covid-19. Kawasan GBK sepi dan ditutup. Alhasil omzetnya hanya Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Berjalannya waktu, pemerintah mulai melonggarkan kawasan GBK sehingga masyarakat bisa kembali berolahraga di GBK.

"Omzet sekarang Rp 2 juta kalau hari biasa, Rp 4 juta kalau Sabtu dan Rp 6 juta kalau Minggu," ucap Hidayati.

Ia menjelaskan lantaran pandemi Covid-19, tabungannya cukup tergerus. Maka pada awal tahun 2020 dirinya meminjam Rp 75 juta ke Bank BRI. uang tersebut digunakan untuk mulai berbisnis lain tidak hanya aneka minuman. "Saya investasikan beternak kampung di kampung, ipar saya jualan kambing. Kalau ada untung 30% untuk saya 70% untuk dia.

Hingga kini kata dia, bisnis ternak kambingnya semakin berkembang. Maka, tak sampai dua tahun pinjaman di Bank BRI sudah lunas. Dia kemudian kembali meminjam Rp 100 juta ke Bank BRI. Kembali uang itu diputar dengan mendirikan Warung Tegal (Warteg) di Depok. "Saya kasih anak untuk mengelola, saya mau dirikan cabang kedua," imbuh dia.

Tidak itu saja, Hidayati juga berencana untuk berbisnis pertanian. Ia sudah membeli sebidang sawah untuk ditanami padi. Lalu, bisnis bawang dan buah semangka juga akan dia geluti. "Sebentar lagi saya ekspansi ke pertanian," ujar dia.

Berawal Beli Kartu BRIZZI

Hidayati yang merupakan pedagang kaki lima menjual aneka minuman dingin tak menyangka bisa bergelut di bisnis perbankan dengan menjadi Agen BRILink. Awalnya, Hidayati hanya membeli kartu BRIZZI dari marketing saat acara. "Saya beli awal 50 kartu, terus 150 kartu, kaget orang BRI," kata dia.

Dari sana kemudian manajemen BRI kenal dengan Hidayati. Ia kemudia menjadi agen BRILink pada tahun yang sama ketika dia meminjam uang yakni pada tahun 2020. "Nasabah saya ada sekitar 300, semua pelaku usaha di sini," ujar dia.

Ia mengatakan, beberapa pelaku UMKM di sini juga banyak meminjam melalui dirinya. Ada yang meminjam sampai Rp 50 juta. "Saya kasih ke Mantri BRI untuk diteruskan pinjaman itu," kata dia.

Hidayati mengatakan pihak BRI memberikan target untuk bisa transaki di mesin EDC sebanyak 120 transaksi per hari dan BRIMo 50 transaksi. "Kalau dari mesin EDC bisa Rp 30 juta volume transaksi per hari, kalau BRIMo Rp 15 juta per hari," imbuh dia.

Ia mengatakan, menjadi Agen BRILink memang banyak manfaatnya terutama kepada apara pelaku UMKM atau pedagang di sekitar GBK yang akan melakukan transaksi perbankan tetapi lokasi banknya jauh. Dengan Agen BRILink masalah mereka bisa teratasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini