Ini strategi Bank Syariah Indonesia mengejar Malaysia, masuk 10 bank besar di global



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Meski tertinggal dengan Malaysia, Menteri Badan Usaha Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) akan berupaya keras mengejar target masuk 10 besar bank syariah dunia di tahun 2025.

Ini artinya, bank syariah hasil penggabungan usaha bank syariah milik pemerintah yakni BNI Syariah, BRI Syariah serta Bank Mandiri Syariah hanya punya waktu 4 tahun untuk mengejar target tersebut. 

Saat ini, bank syariah terbesar dunia adalah Al Rajhi Bank (Arab Saudi) dengan aset Rp 1.370 triliun. Di posisi kedua Dubai Islamic Bank dengan aset Rp 847 triliun, Ketiga Kuawai Finance dengan aset Rp 819 triliun, keempat Maybank Islamic dengan aset Rp 762 triliun.


Urutan kelima adalah  Qatar Islamic Bank (Qatar) dengan aset Rp593 triliun. Lalu, keenam, Abu Dhabi Islamic Bank (UEA) dengan aset Rp 480 triliun.

Adapun posisi tujuh, Alinma Bank (Arab Saudi) dengan aset Rp452 triliun. Delapan, Parsian Bank (Iran) dengan aset Rp438 triliun. Sembilan, Masraf Al Rayan (Qatar) dengan aset Rp367 triliun dan kesepuluh Bank Rakyat (Malaysia) dengan aset Rp353 triliun

“Roadmap sudah disusun, dengan tim manajemen yang kuat, model bisnis yang tepat, target itu bisa dilakukan,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara Business Talk, yang disiarkan secara langsung di KompasTV, Selasa (9/2).  

Baca Juga: Menteri BUMN Erick: BRIS akan segera penuhi ketentuan free float bursa

Menteri Erick yang juga Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah  mengakui, dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia memang telat masuk bisnis syariah.

Diawali dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 1990-an, sementara Malaysia di tahun 1983, tapi penggabungan tiga bank syariah dengan aset Rp 239 triliun bisa menjadi modal awal untuk menggarap pasar yang besar, baik di dalam maupun di luar negeri.

Berdasarkan  laporan ekonomi Islam Global 2020/2021 yang dirilis Dinarstandar, Indonesia masuk peringkat 4 dalam bisnis syariah, di atasnya ada Malaysia (1), Arab Saudi (2) dan Uniemirat Arab (3). Indikator ini disusun berdasarkan kinerja tujuh sektor bisnis yakni makanan minuman halal, pasar syariah, pariwisata, mode, industri farmasi, kosmetik, media dan rekreasi.

“Sektor ini bisa digarap dari hulu sampai hilir BSI, jangan kita menjadi market saja tapi bisa menguasainya,” ujar Erick.

Apalagi, berdasarkan riset yang sama, pengeluaran warga muslim diperkirakan akan mencapai US$ 2,3 triliun pada tahun 2024.

Menurut Erick, BSI juga menjadi pembuktian Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim mempunyai bank syariah yang kuat secara fundamental.

Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi optimistis BSI dapat menjadi top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar.

"Dalam 4-5 tahun ke depan saya rasa kalau tidak ada aral melintang akan bisa masuk ke dalam 10 jajaran bank syariah yang terbesar di dunia berdasarkan market capitalization," ujar Hery Gunardi dalam acara yang sama.

Saat ini, kata Hery, Indonesia membutuhkan perbankan syariah yang kuat dalam rangka mendukung industri halal. Pasar Indonesia juga sangat besar dalam industri halal.

Catatan KONTAN, berdasarkan proyeksi dari The Future of World Religions & PEW Research Center, tahun 2050 umat Islam di dunia mencapai 2,7 miliar, sekitar 29,7% dari total penduduk bumi.

Baca Juga: Harga saham naik 5 kali, bos Bank Syariah Indonesia berharap BRIS jadi primadona

Menariknya sebanyak 12,7% dari total umat Islam dunia adalah muslim dari Indonesia. Artinya, 1 dari 10 umat Islam dunia adalah umat Islam Indonesia. Ini juga pasar yang besar.

Ini artinya: pasar lokal dan pasar global sama-sama menariknya. Masalahnya: adalah baik di masyarakat dan para pelaku di industri belum 100% memahami bisnis halal.

Catatan Fitch Rating terbaru 8 Februari 2021, di pasar keuangan Islam yang maju di negara GCC dan Malaysia, kesadaran, kepercayaan, dan permintaan akan produk-produk Islam tetap tertinggi.

Ini tercermin  dari pangsa sukuk dan pinjaman Islam sebagai bagian dari total bauran pendanaan negara mencapai sekitar 17% pada akhir tahun 2020.

Namun tantangannya juga tak kalah besar. Ini lantaran kesadaran publik yang masih terbatas.

Sebagai contoh, di Malaysia, Bank Negara Malaysia melaporkan bahwa hampir 60% UKM di Malaysia tidak mengetahui ketersediaan fasilitas pembiayaan syariah.

Ini juga terjadi di negara dengan mayoritas pendudul Muslim seperti Indonesia, Turki, Mesir, Aljazair dan Tunisia.

Di UEA, 27% populasi sampel tidak menyadari bahwa produk perbankan syariah ada.

Baca Juga: Wamen BUMN: Bank Syariah Indonesia (BRIS) butuh modal besar untuk menunjang bisnis

 Di Indonesia, yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, tingkat literasi keuangan syariah juga masih rendah.

Data Statistik Perbankan Syariah OJK Januari 2021 setahun terakhir juga mencatat aset perbankan syariah tumbuh lebih kurang 14,2%. Total Rp 500 triliun tumbuh menjadi Rp 571 triliun pada 2020.

Pertumbuhan ini memberikan harapan karena setahun sebelumnya hanya tumbuh 7%. Adapun market share sampai akhir 2020 tak sampai 10% dari total aset perbankan, masih di kisaran 6%.

Tak hanya itu, literasi keuangan syariah juga masih mini hanya sebesar 9,1% untuk inklusi syariah.

Baca Juga: Cari investor, Bank Syariah Indonesia siap lakukan rights issue

Namun kata Erick, dengan model bisnis yang tepat serta kepercayaan masyarakat akan menjadi modal bagi BSI ke depan untuk memperbesar pasar dan inklusi keuangan.  “Bisnis keuangan adalah bisnis kepercayaan, ini bisa menjadi modal,” ujarnya.

BSI dalam merebut pasar juga harus menentukan model bisnis yang tepat agar bisa bersaing tak hanya antar bank syariah tapi juga bank konvensional.

Strategi yang bisa digarap, . Pertama, mengembangkan pasar industri halal di dalam dan di luar negeri. Kedua, mengembangkan industri keuangan Syariah. Ketiga, investasi yang bersahabat yang melibatkan pengusaha daerah. Keempat, pengembangan ekonomi Syariah di pedesaan secara berkelanjutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana