JAKARTA. Besaran iuran dari program Jaminan Pensiun milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memang masih belum diputuskan. Namun karena merupakan amanat undang-undang, program tersebut hampir dipastikan bakal berjalan. Agar tak tergerus oleh kehadiran program tersebut, industri dana pensiun lembaga keuangan atau DPLK menyiapkan sejumlah strategi. Diantaranya dengan mempenetrasi pasar yang belum tergarap dan mengedukasi pasar yang sudah ada. Kepala Bidang Investasi Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (APDLK) Daneth Fitrianto menyebut penetrasi ke pasar ritel adalah salah satu opsi yang prospektif untuk diambil oleh pelaku industri. Pasalnya segmen ini belum dimanfaatkan secara masif oleh sebagian besar DPLK di dalam negeri. "Porsi di ritel masih sangat kecil," kata dia. Segmen ritel ini disebutnya masih cukup luas karena baru sebagian kecil DPLK yang memanfaatkannya. Sedangkan pesertanya sendiri bisa berasal dari kalangan karyawan yang perusahaannya belum memiliki program pensiun, atau yang sudah ada namun dirasa peserta belum maksimal. Sementara untuk segmen korporat, ia menilai masih ada potensi yang bisa digarap oleh DPLK. Yakni dengan menawarkan manfaat yang lebih tinggi dari manfaat dasar dari BPJS Ketenagakerjaan. Program Jaminan Pensiun sendiri menawarkan manfaat dasar sebesar 40% dari pendapatan terakhir karyawan. Padahal berdasarkan riset, angka manfaat ideal hidup layak di usia pensiun adalah 70% dari pendapatan. "Kita bisa tawarkan 30% sisanya mereka dapat dengan mengikuti DPLK," ujarnya. Meski diakuinya hal itu tidak mudah bila iuran program Jaminan Pensiun lebih tinggi dari 1,5% karena beban perusahaan pemberi kerja akan terlanjur terlalu berat untuk mengikuti program wajib tersebut. Selain itu, sosialisasi yang masif juga diperlukan untuk memberikan pemahaman soal manfaat ideal di usia pensiun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ini strategi DPKL hadapi jaminan pensiun
JAKARTA. Besaran iuran dari program Jaminan Pensiun milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memang masih belum diputuskan. Namun karena merupakan amanat undang-undang, program tersebut hampir dipastikan bakal berjalan. Agar tak tergerus oleh kehadiran program tersebut, industri dana pensiun lembaga keuangan atau DPLK menyiapkan sejumlah strategi. Diantaranya dengan mempenetrasi pasar yang belum tergarap dan mengedukasi pasar yang sudah ada. Kepala Bidang Investasi Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (APDLK) Daneth Fitrianto menyebut penetrasi ke pasar ritel adalah salah satu opsi yang prospektif untuk diambil oleh pelaku industri. Pasalnya segmen ini belum dimanfaatkan secara masif oleh sebagian besar DPLK di dalam negeri. "Porsi di ritel masih sangat kecil," kata dia. Segmen ritel ini disebutnya masih cukup luas karena baru sebagian kecil DPLK yang memanfaatkannya. Sedangkan pesertanya sendiri bisa berasal dari kalangan karyawan yang perusahaannya belum memiliki program pensiun, atau yang sudah ada namun dirasa peserta belum maksimal. Sementara untuk segmen korporat, ia menilai masih ada potensi yang bisa digarap oleh DPLK. Yakni dengan menawarkan manfaat yang lebih tinggi dari manfaat dasar dari BPJS Ketenagakerjaan. Program Jaminan Pensiun sendiri menawarkan manfaat dasar sebesar 40% dari pendapatan terakhir karyawan. Padahal berdasarkan riset, angka manfaat ideal hidup layak di usia pensiun adalah 70% dari pendapatan. "Kita bisa tawarkan 30% sisanya mereka dapat dengan mengikuti DPLK," ujarnya. Meski diakuinya hal itu tidak mudah bila iuran program Jaminan Pensiun lebih tinggi dari 1,5% karena beban perusahaan pemberi kerja akan terlanjur terlalu berat untuk mengikuti program wajib tersebut. Selain itu, sosialisasi yang masif juga diperlukan untuk memberikan pemahaman soal manfaat ideal di usia pensiun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News