KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang
bullish. Hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil mencetak level 7.400. Kemudian, harga emas dan kripto juga sedang melonjak. Berdasarkan data Tradingeconomics, harga emas spot dalam setahun terakhir telah menguat 13,07%. Kenaikan harga emas spot ini turut mendorong kenaikan harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Pada Rabu (14/3), harga emas Antam naik 0,25% menjadi Rp 1.203.000 per gram. Selanjutnya, untuk pasar kripto juga sedang melonjak
, terutama para investor Bitcoin. Pasalnya, penguatan harga Bitcoin (BTC) belum terpatahkan. Hingga pukul 21.10 WIB pada Kamis (14/3), aset digital ini berada di level US$ 72.126.80. Bahkan, mendekati rekor all time high pada Rabu (13/3) di posisi US$ 73.650. Baca Juga: Strategi Alokasi Investasi di Tengah Euforia IHSG, Bitcoin dan Emas Menanggapi hal ini, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi Riawan mengatakan strategi Manajer Investasi (MI) di tengah lonjakan IHSG, harga emas, dan kripto biasanya melibatkan diversifikasi portofolio dan penyesuaian alokasi aset sesuai dengan kondisi pasar. Dia mencontohkan, beberapa Manajer Investasi kemungkinan akan meningkatkan porsi investasi pada saham-saham yang dianggap memiliki prospek pertumbuhan yang baik, seperti sektor perbankan, energi, perindustrian, dan infrastruktur, terutama jika IHSG menunjukkan tren positif. Kemudian, untuk tren kenaikan harga emas, MI kerap kalo melakukan strateginya dengan meningkatkan alokasi pada emas sebagai aset
safe haven, terutama jika ada prediksi bahwa harga emas akan bergerak dalam tren positif. “Sedangkan untuk kripto, strategi bisa lebih beragam karena volatilitasnya yang tinggi, dan biasanya melibatkan analisis teknis serta pemantauan tren pasar global,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (14/3).
Racikan Portofolio Investasi Di tengah menguatnya beberapa instrumen investasi, racikan portofolio tentu harus diperhatikan. Reza menjelaskan bahwa hal itu, bergantung pada strategi masing-masing Manajer Investasi. Menurut dia, Manajer Investasi biasanya akan melakukan
rebalancing portofolio secara berkala untuk memastikan bahwa alokasi aset tetap sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasi investor. “Ini bisa melibatkan penjualan aset yang performanya di atas ekspektasi dan pembelian aset yang dianggap
undervalued atau memiliki potensi pertumbuhan,” kata dia. Selain itu, beberapa Manajer Investasi juga kerap kali menerapkan strategi
bottom-up, memilih saham berdasarkan kualitas emiten, dan mungkin mempertahankan posisi investasi dalam jangka panjang dengan pendekatan Buy and Hold. Dia menilai, alokasi portofolio tergantung pada profil risiko dan tujuan investasi masing-masing individu. Misalnya, untuk investor tipe agresif, Reza merekomendasikan, efek saham 50%, efek surat utang 30%, dan other 20% Sedangkan untuk investor moderat dia merekomendasikan,efek surat utang 50%, aset lain 30%, dan efek saham 20%. Selanjutnya, untuk investor konservatif, Reza merekomendasikan, efek pasar uang 40%, emas 40%, dan efek surat utang 20%. Selaras dengan hal ini, CEO Pinnacle Investment Indonesia (PT Pinnacle Persada Investama) Guntur Putra mengatakan, komposisi portofolio yang dilakukan oleh Manajer Investasi biasanya bisa bervariasi dan akan tergantung pada tujuan dan kebijakan investasi dari masing-masing produk reksadana. Namun, Guntur bilang, secara umum mereka akan melakukan diversifikasi portofolio dengan memilih berbagai instrumen investasi yang memiliki korelasi yang rendah, sehingga dapat mengurangi risiko secara keseluruhan.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,16% ke 7.433, MEDC, GOTO dan BBTN Top Gainers di LQ45, Kamis (14/3) Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa strategi investasi yang disarankan tergantung pada profil risiko dan tujuan investasi dari masing-masing investor.
Menurut dia, bagi investor agresif, strategi yang sesuai mungkin lebih berorientasi pada pertumbuhan dan dapat mencakup alokasi yang lebih besar ke dalam aset berisiko seperti reksadana berbasis saham. Sedangkan, untuk investor konservatif, strategi yang lebih konservatif dan berorientasi pada penghasilan serta keamanan mungkin lebih sesuai, dengan alokasi yang lebih besar ke dalam reksadana berbasis obligasi dan pasar uang. Sementara itu, untuk investor moderat, menurut Guntur, bisa memilih strategi yang seimbang antara pertumbuhan dan penghasilan dengan diversifikasi portofolio yang cukup antara berbagai kelas aset. Baik dari reksadana berbasis saham, obligasi, maupun pasar uang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .