KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi diproyeksikan akan cenderung
sideways hingga akhir tahun ini. Pergerakan
yield SBN acuan 10 tahun diperkirakan akan tidak banyak berubah dari posisinya saat ini. Adapun, per 19 Oktober,
yield SBN 10 tahun berada di level 6,15%. Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengungkapkan, pihaknya mengekspektasikan
yield SBN 10 tahun akan berada di kisaran 6,2%-6,3% pada akhir tahun ini. Menurutnya, sentimen
tapering berpotensi akan memberikan dampak negatif, walaupun sifatnya hanya sesaat dan tidak terlalu signifikan. “Tapi, di satu sisi, pasar obligasi kita saat ini juga minim katalis positif yang bisa mendorong kinerja SBN untuk jangka pendek. Oleh karena itu, kemungkinan akan cenderung
sideways hingga akhir tahun,” ungka Dimas kepada Kontan.co.id, Selasa (19/10).
Baca Juga: BI pertahankan suku bunga, intip prospek reksadana pendapatan tetap Sementara untuk
outlook tahun depan, Dimas juga melihat pasar obligasi masih akan cenderung tertekan. Ia pun memasang target
yield yang tidak beda jauh dengan tahun ini, yakni sekitar 6,2%- 6,5%. Menurutnya, saham akan jauh lebih diminati dan jadi incaran para pelaku pasar di tengah pemulihan ekonomi. Selain itu, kenaikan harga komoditas juga berpotensi masih akan berlanjut pada tahun depan. Ditambah lagi, Amerika Serikat juga akan menaikkan suku bunga acuan dan berpotensi membuat
yield US Treasury mengalami kenaikan. Namun, Dimas meyakini, dengan fundamental Indonesia yang saat ini terus membaik, data-data ekonomi juga mulai pulih, rupiah dalam tren menguat, seharusnya
spread antara SBN acuan 10 tahun dengan US Treasury tidak terlalu melebar, atau mungkin dapat sedikit turun. Secara umum, ia memperkirakan pasar obligasi masih akan menantang, dan baru memiliki
outlook yang positif pada 2023.
Baca Juga: Jelang akhir tahun, investor sebaiknya mulai atur kembali strategi investasi “Tapi, dari sisi reksadana pendapatan tetap, kinerjanya masih bisa dijaga dan setidaknya memberikan imbal hasil yang optimal. Salah satunya adalah dengan meningkat porsi obligasi korporasi pada portofolio reksadana pendapatan tetap,” imbuh Dimas. Dia menjelaskan, sejauh ini kinerja obligasi korporasi cukup unggul, serta dari sisi harga dan volatilitas yang lebih terjaga. Oleh karena itu, memperbanyak porsi obligasi korporasi bisa meningkatkan kinerja reksadana pendapatan tetap, apalagi secara kupon yang diberikan juga lebih besar. Sejauh ini, ia mengungkapkan strategi yang diterapkan Sucorinvest AM adalah dengan menjaga
return yang sudah didapat serta memanfaatkan pembagian kupon ke depan. Sembari menambah porsi obligasi korporasi jika memang terdapat obligasi korporasi yang menarik.
Baca Juga: Beli Reksadana BNP Paribas di BCA Dapat Cashback Rp 500.000 Dia juga bilang strategi ini kemungkinan masih akan diterapkan untuk tahun depan mengingat potensi kondisi pasar yang belum banyak berubah. Barulah di penghujung 2022 jika sudah ada perubahan kondisi pasar, pihaknya juga akan turut mengubah strategi pengelolaan produknya.
Dimas memperkirakan pada tahun ini dan tahun depan, produk reksadana pendapatan tetap milik Sucorinvest AM bisa memberikan imbal hasil berkisar di 6,5% - 7%. “Bagi investor dengan
time horizon pendek, bisa pertimbangkan pilih reksadana pendapatan tetap yang porsi obligasi korporasinya besar. Tapi dengan
time horizon panjang, semisal 3 tahun ke atas, reksadana pendapatan tetap berbasis SBN bisa jadi pilihan paling menarik,” tutup Dimas.
Baca Juga: AUM industri reksadana tembus Rp 568,64 triliun pada bulan lalu Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati