Ini strategi Sucorinvest racik reksadana saham



JAKARTA. Mari simak strategi manajer investasi PT Sucorinvest Asset Management dalam mengelola portofolio reksadana saham.

Investment Director Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana berpendapat, kebijakan teranyar dari Bank Indonesia (BI) akan berdampak positif bagi semua sektor riil. Sebab, peraturan tersebut berpotensi menurunkan biaya pendanaan (cost of fund).

Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) secara resmi mengumumkan pergantian suku bunga acuan dari BI rate menjadi BI seven day reverse repo rate.


BI seven day reverse repo rate akan tercatat di level 5,5% dengan batas bawah koridor (deposit facility rate) dan batas atas koridor (lending facility rate) masing-masing 75 bps. Jika tak ada aral melintang, kebijakan ini mulai berlaku pada pertengahan Agustus 2016.

Makanya, perusahaan menggemukkan dana alias overweight pada efek saham sektor infrastruktur dan komoditas. Sektor infrastruktur berprospek cerah akibat program pembangunan infrastruktur pemerintah. Mulai dari pembangunan jalan tol, pelabuhan, hingga bandara.

Perusahaan juga memanfaatkan valuasi saham-saham pertambangan yang murah. Sebab, harga minyak sawit mentah alias crude palm oil diterawang akan menuju level RM 3.000 per metrik ton.

Mengutip Bloomberg pada Kamis (21/4), harga CPO kontrak pengiriman Juli 2016 di Malaysia Derivative Exchange tercatat di level RM 2.735 per metrik ton.

“Lalu kami netral di sektor saham konsumer. Sementara saham perbankan masih underweight,” tuturnya.

Sebab, lanjutnya, industri perbankan domestik masih mengalami berbagai tantangan sejak awal tahun. Di antaranya kenaikan rasio kredit macet alias non performing loan (NPL) serta penyusutan net interest margin (NIM).

Untuk produk reksadana saham, Jemmy menuturkan, perusahaan memangkas efek saham dari semula 95% menjadi 85%. Sisanya ditempatkan pada efek surat utang. Alasannya, ia optimistis pada paruh kedua tahun 2016, pasar obligasi bakal melaju lebih kencang ketimbang bursa saham dalam negeri.

“Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara historis selalu koreksi di bulan Mei dan Juni. Baru naik lagi pada September 2016,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto