Ini Strategi Vale Indonesia (INCO) Pertahankan Kinerja di Tengah Lesunya Harga Nikel



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menyiapkan sejumlah strategi untuk mempertahankan kinerja di tengah lesunya harga nikel. Salah satu strategi yang dilakukan INCO adalah inisiatif blending energy sources antara penggunaan minyak dan batubara.

Bernardus Irmanto, Chief Financial Officer Vale Indonesia mengatakan, strategi ini dilakukan agar INCO mendapatkan bauran energi yang kompetitif. Sebab, biaya energi memakan sekitar 30% sampai 35% dari total biaya produksi.

Irmanto menyebut, di tengah turunnya harga nikel, tren biaya produksi juga ikut turun. Dalam tiga bulan terakhir, biaya produksi INCO sudah berada di bawah level US$ 10.000 per ton. Ditambah, kehadiran tiga pembangkit listrik tenaga air (PLTA) menjadikan INCO sebagai produsen nikel dengan biaya paling rendah.


Baca Juga: Manajemen Vale Indonesia (INCO) Buka Suara Terkait Harga Divestasi Saham ke MIND ID

Saat ini, harga nikel berfluktuasi di rentang US$ 16.000 sampai US$ 17.000 per ton. Dia menilai ada tekanan harga terutama dari adanya tendensi kelebihan pasokan (oversupply) di semua kelas nikel, baik kelas 2 maupun ke kelas 1.

Irmanto menyebut, harga nikel yang dibutuhkan agar INCO mencapai titik impas atau break even point (BEP) berada di kisaran level US$ 12.000 sampai US$ 13.000. “Secara margin masih cukup aman, kami tidak memperkirakan harga nikel akan jatuh ke level US$ 13.000 per ton,” terang Irmanto.

Dus, Irmanto optimistis kinerja INCO tahun depan masih akan solid. Walaupun harga nikel London Metal Exchange (LME) turun, ada kecenderungan biaya produksi juga turun.

Baca Juga: Volume Produksi Nikel Vale Indonesia (INCO) Tahun Depan Diperkirakan Stagnan, Kenapa?

Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan memproyeksi, tahun ini INCO akan membukukan pendapatan sebesar US$ 1,36 miliar dengan capaian laba bersih mencapai US$ 287 juta. Estimasi ini didasarkan pada asumsi harga nikel LME dan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) INCO masing-masing di kisaran US$ 22.000 per ton dan US$ 17.160 per ton  untuk tahun 2023.

Dus, Hasan merekomendasikan buy saham INCO dengan target harga Rp 7.000 per saham. Saham INCO dinilai menarik seiring kejelasan proyek high pressure acid leaching (HPAL) miliknya dan potensi margin yang lebih unggul dibandingkan perusahaan nikel sejenis.

Hasan melihat INCO dapat mencapai target produksi nikel matte tahun ini yang ditargetkan sebesar 70.000 ton, karena volume produksi per akhir kuartal III-2023 sudah mencapai 73,8% dari perkiraan BRI Danareksa Sekuritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati