KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Benda seni dapat memiliki nilai jual tinggi. Terlebih jika karya seni itu lahir dari rahim seorang maestro. Nilai jual ini memungkinkan kolektor menggunakan karya seni sebagai produk investasi. Seperti halnya yang dilakukan budayawan, Butet Kartaredjasa. Sejak belasan tahun lalu, Butet gemar mengoleksi lukisan karya maestro Indonesia. "Kalau ada lukisan yang menarik, saya ambil dan simpan, dan jual kalau butuh, tapi yang saya suka saya tetap simpan," ujar Butet kepada Kontan.co.id, Jumat (13/4).
Sayang, Butet enggan merinci berapa jumlah koleksi lukisannya. Namun, yang pasti imbal hasil dari koleksi lukisan itu cukup menggiurkan. Presiden Direktur Samuel Asset Management Agus B Yanuar mengamini hal tersebut. "Imbal hasil dari benda seni nilainya bisa dua hingga empat kali lipat," ujar Agus kepada Kontan.co.id, Jumat (13/4). Ada beberapa karya seni yang layak menjadi sarana investasi, seperti lukisan dan patung. Cuma, nilai karya seni masih bergantung pada subjektivitas penikmatnya. "Harganya bisa dinilai dari seberapa besar orang mengapresiasi karya tersebut, semakin orang merasa lukisan atau karya seni itu menggambarkan dirinya semakin tinggi dia menawar," kata Agus. Faktor lain yang membuat karya seni jadi bernilai adalah seniman yang memproduksi juga kolektor yang mengumpulkan hasil karya seniman tersebut. "
Supply demand juga masih berlaku dalam menentukan nilai dari karya seni," ujar Agus. Jika investor tertarik menjadikan karya seni sebagai portofolio investasinya ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Pertama, karya seni itu harus lahir dari tangan seorang maestro dan sudah punya nama. Dari sana nilainya jual lukisan cukup tinggi. "Selain itu, biasanya di secondary market cukup banyak peminatnya," kata Agus.
Kedua, investor harus melihat siapa saja kolektor karya sang seniman sebelumnya. Misalnya, apakah ada salah satu pengusaha ternama, tokoh atau orang penting yang mengoleksi lukisan tersebut.
Ketiga, perhatikan momentum. Biasanya lukisan atau karya seni yang bisa meledak di pasaran adalah yang merepresentasikan kondisi sosial.
"Misalnya ketika zaman Soeharto sebelum turun ada salah satu lukisan Berburu Celeng karya Djoko Pekik laku dijual miliaran karena momentumnya tepat dengan kondisi zaman orde baru," papar Agus, yang juga kolektor dan penikmat karya seni. Meski menggiurkan, mengoleksi karya seni sebagai sarana investasi masih punya kelemahan. Yaitu, modal yang harus ditanamkan cukup besar dan likuiditas yang rendah. Asal tahu saja, harga satu lukisan seorang maestro berkisar dari puluhan hingga ratusan juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi