Ini tanggapan Asosiasi Emiten atas pungutan OJK



JAKARTA. Iuran yang dikenakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada pelaku industri terutama emiten, dikhawatirkan berbuntut pada kenaikan beban emiten. Hal ini diungkapkan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) di Jakarta Senin, (24/2).

Isakayoga, Direktur Eksekutif AEI berpendapat, ketentuan soal pungutan OJK cukup adil. Terutama, adanya penyesuaian besarnya pungutan. Namun, secara keseluruhan, beban yang akan dikenakan kepada emiten bisa membuat kenaikan beban.

"Walaupun nilai iuran maksimal hanya Rp 150 juta, tetapi ini tetap cost," ujarnya. Sebelumnya, emiten tidak dikenakan pungutan seperti pungutan OJK tersebut.


Perlu diketahui, OJK memungut iuran rutin setiap tahun sebesar 0,03% dari total nilai emisi efek atau minimal Rp 15 juta dan maksimal Rp 150 juta. Tak hanya itu, OJK juga akan mengenakan biaya bagi emiten yang akan melakukan aksi korporasi.

Terkait hal ini, ada beberapa hal yang dinilainya memberatkan. Misalnya, perusahaan yang ingin go private alias melakukan perubahan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup, maka OJK mengenakan biaya Rp 1 miliar untuk aksi korporasi itu.

"Saya tidak mengerti, fee ini tujuannya apa, ketika izin menjadi perusahaan terbuka, mereka kan sudah bayar," kata Isakayoga. Namun, ia berharap, adanya pungutan itu bisa menciptakan industri keuangan yang lebih kondusif.

"Tugas utama OJK kan pengawasan, semoga adanya fee ini iklim investasi dan industri bisa lebih baik," imbuh Isakayoga. Terlebih, pada tahun 2015, akan terjadi integrasi industri, khususnya pasar modal Asia Tenggara.

Jika OJK tidak melakukan pembinaan yang intensif kepada para emiten dan menerapkan tata kelola perusahaan (GCG) yang baik, maka jangan harap bisa bersaing dengan di negara tetangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri