Ini tantangan bank yang berpusat di daerah



JAKARTA. Dalam kajian ekonomi dan keuangan regional yang dirilis Bank Indonesia (BI), kinerja ekonomi daerah menunjukkan adanya tanda-tanda awal pemulihan kinerja ekonomi nasional. Hal ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi Jawa (di luar Jakarta) yang mulai stabil dan pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang terus membaik.

Dalam kajian BI, kinerja ekonomi Jawa (di luar Jakarta) ditopang antara lain oleh perbaikan di sektor pertanian dan masih cukup kuatnya industri manufaktur seiring meningkatnya permintaan ekspor produk manufaktur, khususnya dari Amerika Serikat. Untuk wilayah KTI, perbaikan kinerja ekonomi didorong antara lain oleh membaiknya produksi pertanian di beberapa daerah sentra di Sulawesi dan kembali meningkatnya aktivitas di sektor tambang pasca rilis izin ekspor mineral bagi beberapa penambang besar.

Meski secara umum peluang pertumbuhan di daerah masih besar, namun industri perbankan yang berpusat di daerah punya tantangan tersendiri dalam mengembangkan bisnisnya. Selain bersaing dengan kantor cabang bank-bank besar, salah satu yang menjadi fokus tantangan bank-bank tersebut adalah kualitas sumber daya manusia (SDM).


Semisal, Bank Mestia Dharma. Bank yang berpusat di Medan, Sumatera Utara ini mengakui kekurangan kualitas SDM. Menurut Achmad Suherman Kartasasmita, Direktur Utama Bank Mestika, selama ini banyak pegawai bank tidak bisa mengejar nasabahnya sendiri dan masih bertumpu pada atasan. "Paradigma ini harus diubah," terang Achmad, belum lama ini.

Bank Maspion juga mengalami hal serupa. Namun bank yang berpusat di Surabaya itu mengaku telah menciptakan lingkungan kerja yang bisa bergerak secara independen. "Harus punya second layer yang kuat. Di kami, second layer sudah bisa bergerak secara independen, jadi tidak terus bertumpu pada CEO," ujar Herman Halim, Direktur Utama Bank Maspion.

Selain SDM, tantangan lainnya adalah infrastruktur dan permodalan. Sudirman HMY, Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat (Bank Kalbar) mengatakan, infrastruktur di daerah khususnya yang di luar Pulau Jawa perlu untuk ditingkatkan. 

Berdasarkan pengalaman Bank Kalbar, Sudirman bilang, untuk proses pengiriman uang saja perlu dana besar karena harus melewati laut dan menggunakan speed boat. "Selain itu, masih ada beberapa kantor cabang yang mesti menggunakan genset untuk kegiatan operasi karena tidak ada listrik," tutur Sudirman.

Sudirman yang juga merupakan Ketua Pengembangan Syariah Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), juga menyinggung soal permodalan. Sudirman berharap pemerintah pusat bisa mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan modal BPD yang saat ini ada sekitar 14 BPD memiliki modal di bawah Rp 1 triliun. 

Untuk itu, Sudirman berharap ada kebijakan khusus yang memungkinkan bank daerah mendapat pinjaman dari pemerintah pusar atau pun kebijakan lain yang bisa meningkatkan permodalan. "Khususnya untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," imbuhnya.

Sementara itu, Herman juga punya harapan, perbankan ke depannya akan menjadi penunjang 80%-90% pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dia pun berharap Indonesia punya bank domestik yang sangat kuat, khususnya bank-bank yang merupakan bank milik pemerintah (BUMN).

"Nanti tolak ukurnya bukan dari pasar modal. Tapi dari bank. Dan kita harus punya bank besar, paling tidak ada satu yang bisa jadi market leader untuk bisa bersaing dengan bank-bank negara tetangga," terang Herman.

Berdasarkan kajian BI, pada tahun 2015, prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah secara agregat mengindikasikan perekonomian nasional dapat tumbuh di kisaran 5,4% - 5,8%, lebih tinggi daripada tahun 2014. Prospek pertumbuhan ekonomi nasional yang membaik ini didorong oleh perbaikan kinerja ekonomi di seluruh daerah. Prospek pemulihan ekonomi di AS diperkirakan akan berdampak positif terhadap ekspor manufaktur, terutama dari Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan