JAKARTA. Komisi XI DPR menggelar fit and proper test terhadap tiga kandidat Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI). Salah satu kandidat yang mengikutinya adalah Mulya Siregar, yang kini menjabat sebagai Asisten Gubernur Bank Indonesia. Saat hadir di Komisi XI, Mula menjelaskan 4 tantangan kebijakan makro prudensial dan 3 tantangan keuangan inklusif yang harus dihadapi BI. Berikut penjelasan Mulya terkait tantangan makro prudensial:
Pertama, pengalihan fungsi pengawasan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Proses ini harus kami siapkan dengan matang agar bisa berlangsung dengan baik," jelas Mulya.
Kedua, menjamin keberlangsungan kebijakan moneter yang efektif. "Ini harus kami antisipasi mengingat selama ini pengawasan terhadap Bank Indonesia kami (BI) yang lakukan, sekarang beralih ke OJK," sambung Mulya.
Ketiga, menjamin fungsi intermediasi bagi perbankan. Hal ini penting dilakukan mengingat daya saing perbankan di Indonesia masih lemah dibandingkan daya saing perbankan di kawasan regional.
Keempat, landasan hukum pelaksanaan kebijakan makro prudensial yang berdasarkan penjelasan Pasal 7 UU OJK. "Ini rasanya perlu diperkuat seandainya bapak ibu anggota DPR mau melakukan amandemen UU BI," terang Mulya. Berikut penjelasan Mula terkait tantangan Bank Indonesia terkait keuangan inklusif:
Pertama, akses masyarakat terhadap jasa keuangan yang rendah. Ia menyebutkan, Survey World Bank tahun 2010, hanya 48% penduduk Indonesia yang mengakses lembaga keuangan formal. Temuan itu sejalan dengan survey rumah tangga yang pernah dilakukan BI, yang menunjukkan hanya 48% rumah tangga yang mengakses jasa keuangan lembaga keuangan formal. "Fenomena ini disebabkan rendahnya kemampuan
saving akibat tingkat pendapatan rumah tangga rendah. Selain itu, prosedur operasional perbankan yang rumit juga menjadi penyebab," terang Mulya.
Kedua, tantangan keuangan inklusif membutuhkan waktu, biaya dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Tantangan ini harus dijawab untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas sistem keuangan, berbarengan dengan jalannya kebijakan program keuangan inklusif sebagai elemen paling penting menjaga ketahanan sektor keuangan. "Disinilah pentingnya koordinasi BI dan OJK,"kata Mulya.
Ketiga, keuangan inklusif berpotensi menjadi sumber risiko baru sistem keuangan, meski bukti konkretnya belum ada. Tetapi ada beberapa potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. " Rendahnya informasi, serta kemampuan pengelolaan keuangan, mempercepat terjadinya default debitur," kata Mulya.
Melihat berbagai masalah di atas, Mulya menekankan pentingnya merancang proses transisi ke OJK dengan mulus. Berikutnya, memperkuat koordinasi BI-OJK untuk memastikan kebijakan makro prudensial yang efektif. "Serta menyusun kerangka kebijakan makro yang prudensial," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, selain melakukan fit and proper test terhadap Mulya, DPR juga menyeleksi Calon lainnya, yakni Asisten Gubernur BI Hendar, Asisten Gubernur BI Mulya Siregar, Direktur Eksekutif Pengelolaan Devisa BI, Treesna W Suparyono. Pemilihan dilakukan untuk mengisi kekosongan Deputi Gubernur BI yang ditinggal Muliaman D Hadad. Muliaman kini menjabat sebagai Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Muliaman dilantik menjadi Ketua OJK oleh Mahkamah Agung pada 20 Juli 2012 lalu berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri