Ini tantangan yang harus dihadapi INDF



JAKARTA. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) menilai kondisi makro ekonomi Indonesia tidak lagi menjadi hambatan kinerja perusahaan. Oleh sebab itu, manajemen tidak memiliki rencana untuk kembali menaikan harga produknya.

"Sekarang sudah lebih stabil, kami melihat tidak akan ada lagi kenaikan harga produk bermerek semester kedua ini," tandas Fransiskus Welirang, Direktur INDF, Selasa malam, (19/8). Sepanjang semester pertama lalu, emiten konsumer ini telah dua kali menaikan harga produk-produknya.

Posisi rupiah memang sudah lebih stabil. Tapi, dampak atas pelemahan rupiah yang cukup besar yang terjadi pada kisaran semester kedua tahun lalu masih dirasakan INDF setidaknya hingga semester pertama tahun ini.


Pada pembukuan INDF Januari-Juni 2014, jika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah sebanyak 10% dengan semua variabel konstan, maka laba sebelum beban pajak penghasilan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 akan lebih rendah sebesar Rp 767,16 miliar, terutama sebagai akibat kerugian translasi kas dan setara kas, deposito berjangka, piutang usaha, utang dan pinjaman yang dikenakan bunga dan utang usaha dan lain-lain dalam dollar AS. Hal ini juga berlaku sebaliknya.

Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, setiap ada pelemahan rupiah terhadap dolar AS sebesar 10%, maka laba sebelum beban pajak penghasilan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 akan lebih rendah sebesar Rp 353,68 miliar. Oleh sebab itu, jelang akhir tahun lalu INDF menerapkan kebijakan lindung nilai atau hedging berupa transaksi derivatif, khususnya pertukaran mata uang asing (cross currency swaps) guna mengurangi paparan risiko mata uang asing.

Kendati demikian, manajemen tetap memandang posisi rupiah saat ini sudah jauh lebih stabil, lebih banyak bergerak di kisaran Rp 11.000 per dolar AS. Sehingga, kenaikan harga sudah tidak lagi begitu besar urgensinya. Nah, tantangan terbesar saat ini justru soal kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM).

Fransikus menjelaskan, dua hal itu juga mutlak merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Jadi, jika ada kenaikan TDL dan BBM, secara logika konsumen akan memfokuskan penghasilannya terlebih dahulu ke dua hal tersebut, baru kembali fokus pada kebutuhan konsumsi produk INDF.

Dia menambahkan, kenaikan TDL dan harga BBM akan membuat konsumen INDF yang biasa mengkonsumsi produk INDF di kelas atas akan beralih ke kelas medium. Setelah mereka dapat melakukan penyesuaian baik secara individu maupun dari sisi eksternal, bisa berupa kenaikan penghasilan misalnya, maka mereka akan kembali ke kelas atas.

Jadi, setidaknya diversifikasi resiko melalui diferensiasi produk yang menyasar seluruh golongan baik itu kelas atas, menengah atau pun bawah tidak membuat INDF benar-benar kehilangan konsumennya. "Nah, apakah dengan tantangan itu masih bisa tumbuh atau tidak, itu pintar-pintarnya manajemen mengambil hati para konsumen," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie