Ini tantangan yang harus dihadapi WSKT



JAKARTA. Tahun 2012, pasar konstruksi yang potensial memiliki nilai Rp 861 miliar. Angkanya naik 14% menjadi Rp 982,6 miliar. Dari jumlah tersebut, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) merealisasikan perolehan Rp 13,18 miliar, naik 8,39% dibanding periode sebelumnya, Rp 12,26 miliar. Angka tersebut meningkat. Namun, jika dibandingkan dengan nilai potensial pasar konstruksinya, kemampuan WSKT untuk mencaplok market share justru mengalami sedikit penurunan.

Pada tahun 2012, market share yang dimiliki WSKT khusus di sektor ini sebesar 1,42%, sementara pada tahun 2013 turun menjadi 1,34%. M. Choliq, Direktur Utama WSKT dalam laporan tahunan WSKT mengatakan, penurunan ini dipicu oleh semakin meningkatnya persaingan bisnis sektor konstruksi. "Apalagi semakin banyak pemain-pemain baru di sektor ini," tambahnya. Lihat saja, dalam industri jasa konstruksi, ada klasifikasi proyek Kelas B, yakni proyek-proyek besar yang membutuhkan nilai investasi diatas Rp 10 miliar. WSKT merupakan salah satu pemain dengan klasifikasi Kelas B. Tapi, emiten pelat merah ini tidak sendirian. Setidaknya ada 125 perusahaan penyedia jasa konstruksi di seluruh Indonesia yang juga masuk dalam klasifikasi tersebut. Persaingan kian ramai dengan masuknya kontraktor-kontraktor asing yang mengikuti tender-tender International Competitive Biding (ICB) pada proyek-proyek yang didanai dengan pinjaman luar negeri. Kondisi ini juga bisa dipastikan akan berlanjut seiring dengan semakin terbukanya akses globalisasi. Tapi, untuk memasuki klasifikasi Kelas B tersebut juga tidak mudah. "Untuk masuk Kelas B, sebuah perusahaan harus memiliki tingkat melek teknologi yang mumpuni, padat modal serta penguasaan pasar tingkat tinggi," ujar Choliq. Nah, bisa dibilang WSKT sudah berada di zona nyaman. Selain sudah berada dalam pemain Kelas B, perusahaan ini berstatus pelat merah yang memiliki back up pendanaan yang kuat. Tapi, bukan berarti manajemen tenang-tenang saja menikmati statusnya tersebut. Untuk masa-masa mendatang, WSKT mulai menggenjot lini bisnisnya seperti konstruksi pembangkit listrik mini hidro dan penjualan beton pra cetak alias precast. Sementara, untuk bisnis beton pracetak, mulai tahun lalu sudah bisa menjual beton pra cetak dengan volume penjualan 562.154 ton. Untuk proyek mini hidro, manajemen memiliki pipeline tiga proyek mini hidro dengan nilai investasi masing-masing Rp 180 miliar. Bahkan, manajemen berencana menerbitkan obligasi berkelanjutan sekitar Rp 1 triliun untuk mendanai ketiga proyeknya tersebut. Pada kesempatan sebelumnya, Tunggul Rajagukguk, Direktur Keuangan WSKT sempat mengatakan, selain untuk menghadapi persaingan bisnis, lini bisnis yang tengah digenjot tersebut mampu meningkatkan margin laba perusahaan tanpa harus meninggalkan core bisnis yang dijalani WSKT. "Jadi, mulai tahun ini kami akan menjaga posisi marjin laba minimal 3,8% pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan