Ini tiga faktor yang menekan nilai tukar rupiah



JAKARTA. Rupiah masih akan terus dibayangi hambatan penguatan. Mata uang Garuda akan mengalami berbagai tekanan dalam waktu dekat.

Ekonom Mandiri Destry Damayanti berpendapat, ada tiga tekanan yang membayangi rupiah bulan Juni dan Juli. Pertama, pembayaran utang jatuh tempo.

Kedua, repatriasi keuntungan atau pembagian dividen. Ketiga, impor yang akan meningkat akibat lebaran serta investasi yang mulai aktif pada triwulan II.


Ketiga aktivitas itu tentu akan memberatkan rupiah. Sementara itu, pada sisi pasokannya sendiri serba tidak menentu. Menurut Destry, supply ekspor belum semuanya tinggal di perbankan nasional.

Arus modal masuk memang kencang masuk. Destry bilang, dari Januari hingga Mei arus masuk tercatat Rp 120 triliun. Tidak heran apabila kemudian posisi pundi-pundi cadangan devisa pada bulan April 2014 naik menjadi US$ 105,56 miliar.

"Ke depan kita tidak yakin akan ada inflow karena menjelang pemilu. Investor wait and see," tuturnya. Karena itu, hingga akhir Juni dirinya memperkirakan rupiah bisa berada pada kisaran 11.600-11.800.

Kalau hasil pemilihan presiden (pilpres) baik dan disukai pasar, baru rupiah berpotensi menguat ke level 11.400 per dolar AS. Adapun Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat rupiah yang tergolong masih cukup baik saat ini tertolong dari arus masuk portofolio yang besar.

Menurut David, saat ini porsi kepemilikan asing dalam surat utang negara (SUN) mencapai 35%. Kalau asing tiba-tiba keluar karena pemerintah tidak secara struktural memperbaiki kondisi defisit transaksi berjalan akan menjadi momok bagi rupiah.

Triwulan dua menjadi periode berat bagi fundamental ekonomi karena impor yang kembali aktif serta pembagian dividen. Pemerintah perlu menjaga defisit agar tidak kembali melebar seperti yang terjadi pada tahun lalu yang mencapai 4,4% dari PDB pada triwulan dua.

Untuk rupiah, David menilai fundamental mata uang Garuda berada pada level 11.500. Namun bisa saja melemah lebih dalam lagi kalau perekonomian domestik serta global tidak menentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri