Ini tiga kerugian akibat kenaikan cukai rokok 23% menurut KNPK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menolak keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok rata-rata 23% dan harga jual eceran (HJE) 35%. Besaran angka kenaikan tersebut dinilai terlalu tinggi dan tidak rasional.

Koordinator KNPK, Azami Mohammad, menyatakan bahwa keputusan pemerintah ini akan merugikan petani, buruh, pabrikan hingga pemerintah. “Kami tegas menolak keputusan ini karena dampak kerugian yang ditimbulkan sangat besar,” ujar Azami dalam siaran pers, Senin (16/9).

Azami menilai, setidaknya ada tiga dampak kerugian yang ditimbulkan dari keputusan ini. Pertama, penurunan omzet pabrikan sebesar 15%-20%. Saat ini penurunan volume penjualan industri rokok sebesar 7%. Padahal tahun-tahun sebelumnya penurunan volume masih berada di angka 2%.


Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Ini Revisi Rekomendasi dan Target Harga Saham GGRM dan HMSP premium

Azami bilang pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 5% hal ini memicu penurunan daya beli masyarakat. Dari kenaikan cukai kemudian menyebabkan harga jual rokok jadi tidak terjangkau oleh masyarakat.

Dampak kedua, permintaan tembakau dari pabrikan ke petani akan turun hingga 30%, sementara untuk permintaan cengkih penurunannya bisa sampai 40%. Tentunya dari penurunan omzet akan berefek kepada serapan bahan baku karena industrinya berjalan lesu, produksi akan berkurang.

Ketiga, semakin tinggi harga rokok bisa memacu maraknya peredaran rokok ilegal. Menurut Azami ketika konsumen dihadapkan pada semakin tidak terjangkaunya harga rokok legal, maka mengonsumsi rokok ilegal akan menjadi pilihan.

Baca Juga: BKF: Tarif cukai hasil tembakau tahun depan naik 23% karena dirapel

Azami memungkinkan rokok ilegal akan membanjiri pasar seiring dengan tingginya angka permintaan.

Atas dasar pertimbangan tiga dampak kerugian yang ditimbulkan dari kenaikan cukai sebesar 23%, KNPK kembali menegaskan bahwa pemerintah harus berhitung ulang mengenai besaran angka kenaikan cukai di tahun depan.

“Sebaiknya pemerintah berhitung ulang dengan keputusannya, kan pemerintah juga nantinya yang rugi. Tapi kalau alasannya adalah menurunkan konsumsi, sekalian saja ditutup industrinya, jangan dibunuh pelan-pelan,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati