Ini tiga pertimbangan LPS kerek bunga penjaminan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam rapat dewan komisioner (RDK) pada Senin (10/9) lalu memutuskan untuk menaikkan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 basis poin (bps) untuk rupiah pada Bank Umum dan BPR serta 50 bps untuk valas di Bank Umum.

Tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku sejak tanggal 13 September 2018 hingga 12 Januari 2019. Bila dirinci, tingkat bunga penjaminan LPS atau LPS rate naik dari 6,25% untuk Rupiah menjadi 6,5%. Sementara valas meningkat dari 1,5% menjadi 2%, adapun LPS rate pada BPR naik dari 8,75% menjadi 9%.

Ketua Dewan Komisoner LPS Halim Alamsyah menjelaskan, beberapa pertimbangan kenaikan tersebut utamanya lantaran suku bunga simpanan perbankan yang masih menunjukkan tren kenaikan. Hal ini menurutnya berpotensi untuk berlanjut sebagai bentuk respon atas kenaikan suku bunga kebijakan moneter antara lain Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate (7DRR).


Pasalnya, perkembangan suku bunga pasar simpanan (SBP) pada 62 bank benchmark rupiah terpantau naik. Tercatat, SBP rupiah naik 12 bps menjadi sebesar 5,66% pada periode observasi (6 Agustus - 4 September 2018).

"Sementara untuk SBP valas dari 19 bank benchmark sepanjang periode evaluasi juga tercatat naik sebesar 10 bps menjadi 0,98%," ujar Halim di Jakarta, Rabu (12/9).  LPS menilai, suku bunga simpanan yang terus meningkat secara gradual merupakan representasi kenaikan intensitas persaingan antar bank. Proses ini ke depan berpotensi akan mendorong kenaikan lebih lanjut terhadap tingkat bunga penjaminan.

Halim menyatakan, kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 125 bps sepanjang bulan Mei hingga Agustus 2018 lalu menegaskan kembali bahwa bank sentral sangat mengamati stabilitas sistem keuangan.

"Kenaikan terakhir sebesar 25 bps pada pertengahan Agustus 2018 menjadi 5,5% merupakan bentuk konsistensi BI mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan transaksi berjalan dalam batas yang aman," sambungnya.

Selain itu, adanya tekanan terhadap nilai tukar rupiah menyebabkan term deposit BI yang merupakan instrumen operasio moneter untuk valas terpantau berada di level 2,1% untuk tenor 1 bulan.

Selain tren suku bunga pasar, keputusan LPS menaikkan tingkat bunga penjaminannya antara lain juga merujuk pada kondisi dan risiko likuiditas yang relatif stabil. Meski begitu, pihaknya menilai terdapat tendensi untuk meningkat di tengah tren kenaikan bunga simpanan dan membaiknya penyaluran kredit.

Disamping itu, stabilitas sistem keuangan (SSK) menurut LPS masih terjaga meski terdapat tekanan yang berasal dari penurunan nilai tukar dan volatilitas di pasar keuangan. 

Halim menjelaskan, catatan LPS menunjukkan rata-rata nilai tukar mencapai Rp 14.599 per dollar Amerika Serikat (AS) pada periode 6 Agustus sampai 4 September 2018. Melemah 1,03% dari rata-rata pada periode observasi sebelumnya (12 Juli - 8 Agustus 2018).

"Rupiah juga melemah secara point to point, yaitu dari Rp 14.435 per dollar AS pada 8 Agustus menjadi Rp 14.840 per dollar AS pada 4 September 2018 (2,78%). Depresiasi rupiah ini juga sejalan dengan menguatnya dolar AS terhadap berbagai mata uang negara lain, sebagaimana terlihat dari kenaikan indeks dolar AS di periode yang sama sebesar 0,7%," imbuhnya.

Disamping itu, kendati indeks stabilitas perbankan (BSI) mencapai 99,96 pada bulan Agustus 2018 meningkat dari level 99,89. Kemudian, data per 4 September 2018 level BSI naik ke 100. Kendati demikian, LPS masih menilai hal tersebut masih berada dalam kategori normal.

"Kenaikan BSI tersebut didorong oleh naiknya market pressure seiring dengan berlanjutnya depresiasi rupiah, turunnya IHSG serta peningkatan yield SUN," papar Halim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi