JAKARTA. Penerapan program jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015 mendatang membuat banyak pihak was-was. Tidak cuma kalangan pemberi kerja yang khawatir beban kesejahteraan semakin membengkak, pelaku usaha dana pensiun juga ketar-ketir bisnisnya akan mandek kalau bersaing dengan program wajib BPJS Ketenagakerjaan. Nah, untuk menyeleraskan program wajib jaminan pensiun dengan pelaku usaha dana pensiun swasta, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) dan Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) merekomendasikan tiga usulan ini. Pertama, pemerintah sebaiknya fokus mengoptimalkan dana dan mengintensifkan kepesertaan program jaminan hari tua yang sudah berlangsung sejak 1992. Pasalnya, dari 63 juta pekerja sektor formal, baru 15 juta atau 24% di antaranya yang ikut serta. Nur Hasan Kurniawan, Wakil Ketua Umum Perkumpulan DPLK mengatakan, jaminan hari tua saat ini tidak optimal. Karena itu, “Mengapa harus membebani pemberi kerja dan pekerja dengan kebijakan baru dan iuran baru?” kata Nur.
Ini tiga usulan asosiasi soal jaminan pensiun
JAKARTA. Penerapan program jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015 mendatang membuat banyak pihak was-was. Tidak cuma kalangan pemberi kerja yang khawatir beban kesejahteraan semakin membengkak, pelaku usaha dana pensiun juga ketar-ketir bisnisnya akan mandek kalau bersaing dengan program wajib BPJS Ketenagakerjaan. Nah, untuk menyeleraskan program wajib jaminan pensiun dengan pelaku usaha dana pensiun swasta, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) dan Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) merekomendasikan tiga usulan ini. Pertama, pemerintah sebaiknya fokus mengoptimalkan dana dan mengintensifkan kepesertaan program jaminan hari tua yang sudah berlangsung sejak 1992. Pasalnya, dari 63 juta pekerja sektor formal, baru 15 juta atau 24% di antaranya yang ikut serta. Nur Hasan Kurniawan, Wakil Ketua Umum Perkumpulan DPLK mengatakan, jaminan hari tua saat ini tidak optimal. Karena itu, “Mengapa harus membebani pemberi kerja dan pekerja dengan kebijakan baru dan iuran baru?” kata Nur.