Ini upaya Kemperin untuk menumbuhkan industri pengolahan remah karet



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian terus mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan crumb rubber (karet remah). Melalui Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang telah dikeluarkan pemerintah, dengan salah satu poinnya adalah merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk industri crumb rubber diharapkan dapat menumbuhkembangkan sektor tersebut di dalam negeri.

Saat mengunjungi pabrik karet PT New Kalbar Processors (NKP) di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan selama periode tahun 2012-2016, hanya ada penambahan satu perusahaan saja di industri pengolahan crumb rubber. “Maka itu, kami review khusus untuk UMKM, ada yang kita buka dan ada yang melibatkan asing terbatas,” kata Airlangga dalam keterangan pers, Senin (19/11).

Airlangga menjelaskan, guna mendorong pertumbuhan populasi industri tersebut, perlu membutuhkan investasi dari luar. “Untuk sektor crumb rubber ini sudah ada investor yang berminat untuk mengisi kekosongan,” ujarnya.


Menurut Airlangga, dulu pemerintah menggunakan terminologi kemitraan, namun hasil akhirnya tidak jelas. “Maka itu, semua yang menggunakan sistem kemitraan diangkat. Sekarang semua diperjelas peruntukannya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Airlangga bilang industri ban karet di dalam negeri ingin terus melakukan ekspansi. Namun, lantaran turunnya harga crumb rubber, maka produksi ban menjadi terbatas. “Sementara untuk industri synthetic rubber tetap berekspansi. Sehingga ada ketidakcocokan dalam hal ini. Saat ini, bahan baku tersedia, sekarang utilisasinya sekitar 60%,” tuturnya.

Pemerintah tengah mencari jalan keluar untuk meningkatkan permintaaan komoditas karet. Misalnya dengan menindaklanjuti ide penggunaan karet pada infrastruktur aspal. Anjloknya harga karet terjadi sejak tahun 2011.

“Untuk meningkatkan permintaan karet, pemerintah telah memberikan investasi untuk membuat percobaan dengan mencampurkannya bersama aspal. Kami juga menginstruksikan kepada asosiasi untuk segera difinalisasikan persiapannya. Kemudian yang kedua yaitu mendorong untuk replanting (penanaman kembali) melalui pajak ekspor,” paparnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemperin Ngakan Timur Antara menambahkan, litbang penggunaan karet pada aspal tersebut sudah diteliti oleh Kemperin dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Diharapkan dengan penggunaan karet pada campuran aspal, berdampak positif untuk mengurangi importasi,” ujarnya.

Hal lain yang dibahas pada kunjungan kerja tersebut adalah produktivitas tanaman karet yang relatif rendah jika dibandingkan dengan Malaysia atau Thailand. Produktivitas tanaman karet Indonesia sebesar 900 kilogram (kg)-1,2 ton per hektare, sedangkan produktivitas negara tetangga bisa mencapai 1,5 ton-2 ton per hektare.

“Berdasarkan hasil diskusi diperoleh ide untuk menerapkan sistem pungutan ekspor seperti yang dilakukan di industri kelapa sawit. Dana tersebut nantinya bisa digunakan untuk pengembangan industri karet, peremajaan perkebunan, pelatihan serta promosi dan advokasi,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi