Ini Upaya Perbankan Keluar dari Papan Pemantauan Khusus Bursa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Implementasi papan pemantauan khusus II atau full periodic call auction telah menuai berbagai pro dan kontra dalam beberapa pekan terakhir. Beberapa emiten perbankan yang masuk ke papan tersebut pun berupaya untuk segera keluar.

Salah satu yang patut menjadi sorotan adalah PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) yang harga sahamnya terus turun semenjak implementasi tersebut. Selama sepekan terakhir, BEKS sudah melorot hingga 35,29% menjadi Rp 22 per saham.

Adapun, BEKS masuk dalam papan pemantauan khusus karena memenuhi kriteria harga saham rata-rata saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler maupun pasar reguler periodic call auction kurang dari Rp 51 per saham.


Baca Juga: Simak Saham Rekomendasi Analis Jelang Libur Panjang Lebaran 2024

Direktur Bisnis Bank Banten Rodi Judo menyadari bahwa saham perusahaannya itu terus turun sekitar 10% per hari sejak implementasi kebijakan tersebut. Namun, ia melihat ada peluang bagi investor untuk melakukan transaksi BEKS di bawah batas harga minimum di papan pengembangan.

Rodi memperkirakan ada beberapa investor, terkhusus yang memiliki dana besar, melihat adanya potensi yang menjanjikan. Mengingat adanya rencana masuknya RKUD dari empat pemerintah kota dan kabupaten setelah sebelumnya Bank Banten telah berubah menjadi BUMD.

”Oleh karenanya dengan membeli BEKS dengan harga rendah untuk kemudian berharap mendapatkan keuntungan di masa mendatang,” ujar Rodi.

Tak hanya itu, ia juga akan melakukan beberapa langkah yang diambil untuk menangani pergerakan saham yang terus turun ini. Salah satunya melakukan identifikasi terhadap pemegang saham Bank Banten untuk mengetahui pergerakan transaksi yang dilakukan sejak penerapan full call auction pada 25 Maret 2024.

”Sehingga kami dapat melakukan pendekatan kepada pemegang saham tersebut, dan bila diperlukan akan melakukan investor gathering,” ujarnya.

Selain itu, Rodi berencana bakal melakukan komunikasi dengan beberapa sekuritas untuk mendapatkan pandangan serta kemungkinan untuk menjalin kerja sama. Harapannya, meningkatkan harga sahamnya.

Dari sisi fundamental, sejatinya kinerja Bank Banten telah mengalami perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Di mana sejak 2016, Bank Banten baru mencatatkan laba di 2023 senilai Rp 26,59 miliar.

Sementara itu, ada juga PT Bank of India Indonesia Tbk (BSWD) yang masuk papan pemantauan khusus. Adapun, BSWD masuk papan tersebut karena memiliki likuiditas rendah dengan transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta.

Direktur Utama BSWD RM. Raharjo Satria Unggul bilang bahwa likuiditas itu dikarenakan oleh kondisi saham. Oleh karenanya, tak banyak yang bisa dilakukan selain meningkatkan fundamental perusahaan.

Adapun, Raharjo bilang pihaknya akan berfokus pada peningkatan CASA ratio dari perusahaan dengan target mencapai 25%. Di mana, CASA ratio BSWD per Desember 2023 baru sekitar 19,34% atau senilai Rp 522 miliar.

”Ini sejalan dengan produk mobile banking yang akan diluncurkan di samping memperkuat produk pinjaman yang sifatnya ritel,” ujar Raharjo.

Di sisi lain, Raharjo melihat saat ini masih banyak tantangan di industri perbankan. Terlebih, ekonomi dunia masih belum stabil sehingga perdagangan internasional terganggu dan berpotensi menekan produksi dan konsumsi masyarakat. 

“Kredit target tumbuh 15% dan laba tumbuh sekitar 100% dari laba tahun lalu,” ujarnya.

Baca Juga: Menangkap Peluang dari Minggatnya Asing

Ada lagi dua bank yang masuk dalam papan pemantauan khusus dengan alasan sama yaitu tidak memenuhi ketentuan saham free float mencapai 7,5%. Dua bank tersebut antara lain PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKS) dan PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS).

Pengamat Pasar Modal Budi Frensidy bilang beberapa saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus ini memang berpotensi turun. Mengingat, ada kondisi panic selling dari kalangan investor.

Oleh karenanya, ia bilang emiten-emiten ini yang paling penting adalah mengusahakan lebih cepat untuk keluar dari papan pemantauan khusus. Sebab, ia bilang kemungkinan investor ini tidak terlalu melihat kondisi fundamental.

”Kalau mau juga emiten ini bisa buyback,” ujar Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .