Ini upaya yang perlu dilakukan untuk dorong harga CPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) terus anjlok di bawah US$ 500 per ton. Meski demikian, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), MP Tumanggor menyebutkan ada beberapa upaya untuk meningkatkan harga CPO di awal tahun. “Oleh karena itu satu-satunya jalan untuk betul-betul meningkatkan harga CPO ke harga yang lebih baik apabila konsumsi CPO dalam negeri terutama biodieselt terjadi kenaikan yang cukup besar,” kata Tumanggor kepada Kontan.co.id, Selasa (25/12). Penggunaan CPO dalam negeri saat ini adalah dengan program pemerintah yang mewajibkan penggunaan B20. Namun ia meyakini dengan percepatan B30, maka akan semakin meningkatkan harga CPO. Selanjutnya Tumanggor menghimbau agar pemerintah dapat melirik pasar-pasar baru yang lebih kompeten dalam ekspor CPO. Ia mencontohkan negara Tiongkok, dimana Tiongkok memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan berpotensi menyerap CPO dalam jumlah banyak. “Pertama pemerintah mencari pasar-pasar baru, misalnya seperti Tiongkok, dimana potensinya cukup besar, sekarang bagaimana pemerintah melakukan diplomasi ke Tiongkok dan bagaimana agar Tiongkok itu lebih besar mengkonsumsi CPO,” ungkapnya. Cara diplomasi Indonesia dengan negara asing berpenduduk banyak ini perlu dilakukan. Sama halnya seperti yang dilakukan Malaysia dalam melobi India untuk mengurangi bea masuk CPO Malaysia ke India. “Seperti misalnya di India, kita bagaiman berdiplomasi agar bea masuk CPO di India jangan terlalu tinggi,” jelasnya. Selanjutnya kampanye posistif harus terus dijalanakan dimana CPO Indonesia bukanlah CPO yang dihasilkan dari lahan deforestasi seperti yang selama ini digaungkan di negara-negara Eropa. Hal ini juga sudah di memoratori sejak jaman kepemimpinan SBY dan dilanjutkan oleh Jokowi.

“Terutama juga pemerintah dan asosiasi-asosiasi ini harus gencar melakukan kampanye positif di Eropa. Yang saya lihat black champaign soal CPO Indonesia marak, padahal itu tidak benar,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa memang sebelumnya ada penebangan hutan liar, namun pemerintah berupaya untuk mengganti hal tersebut dengan penanaman pohon sawit. Hal ini selain mengembalikan ekosistem, juga menuai hasil dari buah tanaman sawit yang juga menjadi sumber pendapatan negara. “Kalau di Malaysia, sawit itu masuk dalam tanaman hutan. Kenapa di kita tidak memasukkan sawit kategori tanaman hutan? Karena dari hasil penelitian, bahwa sebetulnya sawit itu dalah tanaman hutan. Kalau kita masih sebut tanamnan perkebunan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Azis Husaini