KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) terus berlanjut. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) turut memberikan sejumlah aspirasi terkait beleid tersebut. Direktur Mega Project PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) M. Ikhsan Asaad menyampaikan, PLN memiliki masukan terhadap RUU EBT dari berbagai aspek, seperti penyediaan dan pemanfaatan EBT, harga, dan lain sebagainya. Dia menjelaskan, dalam rangka mengakselerasi pengembangan EBT, pemerintah menugaskan PLN untuk melaksanakan pembelian listrik berbasis EBT. Dari situ, ia menyarankan adanya pembentukan badan usaha di bawah PLN untuk menunjang akselerasi pengembangan EBT.
PLN juga meminta pemenuhan standar portofolio EBT untuk badan usaha yang menggunakan energi tidak terbarukan supaya dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan kemampuan badan usaha tersebut.
Baca Juga: Pada Januari 2021, PLN akan lelang proyek konversi 5.200 PLTD ke EBT “Selain itu perlu juga dipertimbangkan keseimbangan supply dan demand serta tidak berlaku surut terhadap badan usaha yang telah terkontrak atau telah beroperasi,” tambah dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (25/11). Dari sisi harga, Ikhsan bilang, penetapan harga EBT mesti ditetapkan dengan memperhatikan nilai keekonomian berkeadilan baik untuk badan usaha sebagai pengembang maupun untuk keberlangsungan penyelenggaraan ketenagalistrikan oleh PLN. PLN juga meminta kebijakan dan skema harga
Feed in Tariff (FiT) dikaji lebih mendalam, baik dari segi lingkup efektivitas dan tujuannya dalam pengembangan EBT. PLN pun turut memberi masukan supaya penetapan harga EBT dapat melalui mekanisme harga patokan tertinggi atau harga kesepakatan. Lebih lanjut, PLN berharap sejumlah strategi pengembangan EBT turut dibahas secara komprehensif dalam UU EBT. Terkait hal tersebut, PLN mengungkapkan pentingnya penerapan konsep
Renewable Energy Based Industrial Development (REBID). Konsep ini untuk mempercepat pemanfaatan EBT skala besar di daerah yang potensi EBT-nya melimpah, namun di sisi lain memiliki beban ketenagalistrikan yang rendah. “Selama ini kalau bicara UU EBT selalu bicara suplai, tapi tidak dengan
demand. Padahal, kendala kita saat ini adalah demand. Misal, Indonesia bisa bangun PLTA Kayan 9.000 MW di Kaltara, tapi dari mana demand-nya,” ungkap Ikhsan.
Baca Juga: PLN akan lelang proyek konversi 5.200 PLTD ke EBT pada Januari 2021 Selain itu, PLN juga mendorong konsep pengembangan EBT skala kecil melalui
Renewable Energy Based Economic Development (REBED). Konsep ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya di kawasan terpencil, dengan pendekatan Demand Creation dan Infrastructure Readiness.
Tak hanya itu, PLN juga menekankan strategi pemanfaatan teknologi
co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan menggunakan biomassa atau sampah. Hal ini merupakan salah satu solusi untuk mencapai target bauran EBT, mengurangi emisi, sekaligus menjadi alternatif dalam pengelolaan sampah. “Untuk co-firing, kami dorong agar ekosistemnya terbentuk melalui kerja sama dengan pengusaha hutan dan biomassa,” pungkas Ikhsan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto