Ini yang dipelajari Ahok dari Korea Selatan



JAKARTA. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama belajar banyak dalam kunjungan tiga harinya di Korea Selatan, dari 18 hingga 21 September lalu.

Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, banyak hal yang perlu ditiru oleh DKI Jakarta dari Korea Selatan. Salah satunya adalah budaya membuang sampah pada tempatnya. Selama tiga hari mengunjungi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games 2014 itu, kata dia, tidak ada sampah berserakan di sudut kota.

Ahok menjelaskan, sampah-sampah yang terkumpul di sana tidak dibuang ke tempat pembuangan sampah terpadu (TPST), melainkan langsung dibakar.


"Sampahnya itu dipres, diangkut dengan tronton dan dibakar di tempat pembakaran, seperti incenerator. Kita (DKI) juga bisa mengadopsi itu," kata Ahok.

Rencananya, incenerator (tempat pembakaran sampah) itu akan dibangun di setiap kelurahan di ibu kota. Dengan adanya alat tersebut, sampah buangan warga DKI tidak perlu ditimbun lagi di Bantargebang, melainkan langsung dibakar di kantor kelurahan.

Dengan demikian, Pemprov DKI juga tidak perlu repot lagi membayar iuran sampah sebesar Rp 123.000 per ton di Bantar Gebang.

"Saya bingung perjanjian dengan Bantar Gebang. TPST itu kan punya kami, tanahnya punya kami, ada UPT-nya juga. Masak buang sampah ke sana harus bayar Rp 123 ribu per ton," kata Basuki.

Apabila teknologi incenerator sulit ditempatkan di kantor kelurahan, alat itu akan dibangun di ITF (intermediate treatment facilities) yang berlokasi di Sunter, Jakarta Utara, tahun depan.

Tata PKL di tahun 2016

Di sisi lain, Ahok bakal mengadopsi penataan PKL di Gangnam, Korea Selatan untuk diterapkan di Jakarta. Menurut Basuki, di Gangnam, pemerintah mengizinkan para pedagang berdagang di trotoar dan taman.‎ Namun, jumlah pedagang dan lokasinya ditentukan oleh pemerintah.

Pemprov DKI, lanjut dia, harus secara ketat mengontrol para PKL tersebut. Jika tidak, satu ruas jalan bisa diduduki hingga lima PKL dan dengan mudahnya, ormas (preman) menguasai kawasan itu. Penertiban PKL di Gangnam, Korea Selatan itu bisa diterapkan di Jakarta dengan pendaftaran PKL-PKL yang ada di Jakarta.

‎Saat ini, lanjut dia, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta sedang mendata para PKL yang berjualan di ibu kota. Hanya para PKL yang terdaftar itulah yang bisa berjualan di trotoar maupun taman di Jakarta.

"Untuk mencegah preman dan menguasai dan menjual lapak, DKI bakal menerapkan pembayaran retribusi dengan ATM Bank DKI. Sekarang (pendataan) sudah jalan, ada 3000 PKL yang sudah daftar," kata Basuki.

"Tahun 2015 kami akan uji coba (penertiban PKL), gesekan itu karena akan ada rezeki orang yang diambil, pura-pura gila saja lah. Kami harap (penertiban PKL) 2016 akan beres," lanjut dia.

Tak adopsi pembangunan Tanggul Saemangeum

Apabila Basuki bakal mengadopsi teknik pembakaran sampah serta penataan PKL Korea Selatan, tidak dengan pembangunan tanggul raksasa. Selain untuk menghadiri upacara pembukaan Asian Games 2014, Basuki sengaja ke Korea Selatan untuk meninjau tanggul Saemangeum.

Setelah meninjau, Basuki tidak akan mengadopsi pembangunan tanggul di pantai utara Jakarta seperti di Korea Selatan. Pasalnya, tanggul raksasa di Korea Selatan memiliki konsep berbeda dengan Jakarta.

Konsep pembangunan tanggul Saemangeum bertujuan untuk memecah ombak. Sementara konsep pembangunan tanggul raksasa di Jakarta untuk menanggulangi semakin tingginya permukaan air laut serta meminimalisir banjir.

Setelah dipelajari, Basuki mengungkapkan rencana pembuatan tanggul raksasa di utara Jakarta lebih mirip pembangunan tanggul di Rotterdam, Belanda.

"Saya kira lebih condong ke Rotterdam, kami kirim PNS ke Belanda tiga bulan. Mungkin nanti dekat akhir tahun, saya mau ke sana (Rotterdam) untuk lihat hasil pelatihannya seperti apa," kata Ahok. (Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie