Ini yang sebenarnya menimpa saham BUMN konstruksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan yang terjadi pada saham BUMN konstruksi membuat portofolio sejumlah investornya tergerus. Meski pada perdagangan Rabu (13/12) saham-saham tersebut kembali rebound, tapi tekanan masih terasa setidaknya sejak awal Desember ini.

Saham PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) misalnya. Saham ini telah mengakumulasi penurunan 3% ke level Rp 2.490. Saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) telah turun 17% ke level Rp 1.505. Sedangkan, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) telah mengakumulasi penurunan 10% ke level Rp 1.750 per saham. Saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) tergerus 8% ke Rp 1.940 per saham sejak awal Desember.

Salah seorang broker dari salah satu sekuritas terbesar mengaku, belakangan ini memang pihaknya banyak menjual saham konstruksi. Sebab, menurutnya, saham konstruksi sedari dulu pergerakannya sangat dipengaruhi oleh pemberitaan.


"Kalau beritanya bagus, harus berani masuk, kalau kurang bagus, kami harus berani buang dulu, ada yang sell, ada yang hanya reduce posisi," jelas sumber yang enggan disebutkan namanya tersebut.

Masalahnya, beberapa waktu lalu muncul sentimen negatif dari saham ADHI. Awalnya, skema pendanaan proyek light rail transit (LRT) sudah jelas. Ini yang membuat pasar melihat ADHI yang paling bagus dibanding emiten sejenis lainnya. Namun, mendadak ada usulan dari Kementerian BUMN terkait skema pendanaan yang berubah.

"Padahal sudah ada Keppres, tapi hampir berubah hanya karena usulan, bikin kecewa, ini memberikan preseden buruk. Karena news ADHI, otomatis teknikal chart berantakan semua jadi downtrend," imbuh dia.

Sentimen tersebut menimbulkan ketidakpastian (overhang) yang juga menyulut tekanan pada saham BUMN konstruksi lainnya. Overhang tersebut membuka sentimen negatif dari masing-masing emiten BUMN konstruksi, terutama dari sisi kondisi kesehatan keuangan.

Sumber tersebut menambahkan, sejatinya pasar melihat fundamental keempat BUMN konstruksi tersebut tidak mengkhawatirkan. Namun, sentimen kesehatan keuangan dan potensi mulai terbatasnya kinerja tahun depan juga tidak bisa dikesampingkan.

Kalangan analis menilai, sumber pendanaan memang menjadi salah satu penyebab. Sumber dana emiten BUMN konstruksi mulai terbatas.

Franky Rivan, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi, nilai proyek konstruksi tahun depan bisa mencapai Rp 114 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 70 triliun sejatinya bisa didanai dari instrumen pinjaman.

Masalahnya, pencarian dana melalui pinjaman saat ini juga sudah besar. Hal ini tercermin dari posisi rata-rata net gearing dan gross gearing sektor konstruksi yang masing-masing sebesar 0,75 kali dan 1,2 kali. Dari rata-rata ini, WSKT jadi yang paling tinggi dari sisi net gearing, yakni 1,3 kali. Gross gaering WSKT juga tertinggi, 1,62 kali.

"Sehingga tahun depan kebanyakan emiten BUMN konstruksi harus mendivestasi anak usahanya untuk membantu pendanaan," ujar Franky dalam riset 4 Desember. Masalahnya, IPO anak-anak usaha BUMN juga sedang kurang menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati