Inilah 3 tantangan transaksi swap TLKM-TBIG



JAKARTA. Rencana transaksi tukar guling saham antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) nampaknya tidak berjalan mulus. Hadangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mewarnai rencana aksi korporasi tersebut.

Bagaimana tanggapan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai rencana tersebut? Noor Rachman, Deputi Komsioner Pengawas Pasar Modal II OJK mengatakan, salah satu poin yang menjadi target penilaian adalah terkait material tidaknya transaksi yang terjadi.

"Jika material, maka harus dapat persetujuan pemegang saham, harus ada penilai independen untuk menentukan valuasi," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.


Transaksi tergolong material jika nilainya mencapai 20% dari total nilai ekuitas perseroan. Noor Rachman bilang, kriteria meterial ini akan dilihat dari keduabelah pihak, yakni TLKM dan TBIG. Seperti diketahui, TLKM akan menukar 49% saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan 290 juta atau setara dengan 5,7% saham baru TBIG. 

TLKM juga memiliki opsi untuk menukarkan 51% sisa saham Mitratel dengan 472,5 juta saham baru TBIG dalam jangka waktu dua tahun. Dengan demikian, TLKM akan mengempit 13,7% saham TBIG.

Emiten pelat merah ini juga akan menerima pembayaran dalam bentuk kas. Nilainya, maksimum Rp 1,73 triliun. Fulus ini diberikan jika Mitratel dapat mencapai target pencapaian tertentu yang telah disepakati. Total transaksi ini nilainya mencapai Rp 11,06 triliun. Mengutip laporan keuangan TLKM per Juni 2014, nilai total ekuitas TLKM sebesar Rp 74,99 triliun.

Berati, nilai transaksi sekitar 14,74% dari nilai ekuitas TLKM. Sementara, nilai ekuitas TBIG hanya Rp 3,89 triliun. Maka nilai total transaksi ini hampir tiga kali lipat dari ekuitas emiten yang dikendarai Grup Saratoga ini. 

Noor Rachman mengaku pihaknya akan melakukan penelaahan terlebih dahulu mengenai rencana transaksi tersebut. Hingga akhir pekan lalu, wasit pasar keuangan ini beum menerima dokumen resmi dari kedua perusahaan terkait rencana tersebut. 

Transaksi swap ini awalnya menemukan hambatan di tataran politik. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menentang transaksi ini lantaran anak usaha TLKM dinilai sebagai aset negara. Hal ini dikemukakan oleh para anggota DPR periode 2009-2014. Belum tahu apakan ini akan dilanjutkan oleh para anggota DPR yang baru atau tidak. 

KPPU pun turut menyelidiki rencana korporasi tersebut. Wasit persaingan usaha ini akan melihat ada tidaknya potensi jalinan kerjasama dua perusahaan menara ini yang membentuk struktur pasar baru dan mengarah ke monopoli bisnis menara. DPR, KPPU, dan OJK, inilah tiga dinding yang harus ditembus oleh TLKM dan TBIG jika ingin transaksi terealisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa