Inilah asumsi makro APBNP 2011



JAKARTA. Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati asumsi makro dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2011.Dalam rapat kerja yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz ini menyepakati beberapa asumsi makro. Yakni, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%, inflasi sebesar 5,65%, tingkat suku bunga SPN sebesar 5,6% dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 8.700 per dollar Amerika Serikat.Semula pemerintah mengajukan angka asumsi RAPBNP 2011 untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%, inflasi 6%, suku bunga SPN 5,6% dan nilai tukar rupiah Rp 8.800 per dollar Amerika Serikat. Sedangkan Bank Indonesia mengusulkan asumsi RAPBNP 2011 untuk pertumbuhan ekonomi 6,5%, inflasi 5% dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 8.650. Artinya, pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati dua poin asumsi baru untuk inflasi dan nilai tukar rupiah.Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan sebenarnya pemerintah menetapkan inflasi sebesar 6% naik dari APBN 2011 yang sebesar 5,3% dengan menghitung adanya dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ia menambahkan, jika pemerintah tidak menghitung kebijakan energi yaitu kenaikan harga BBM, maka inflasi bisa saja hanya 5%.Menurut Agus, sesuai hitungan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM bisa menaikkan inflasi 1,2%, sedangkan pembatasan BBM bersubsidi bisa menaikkan inflasi sebesar 0,7%. Karena itu, "Dalam diskusi tadi, setelah menyampaikan semua aspek termasuk kekhawatiran energi dan komoditi dunia serta kekhawatiran kondisi pangan nasional, termasuk infrastruktur dan konektifitas, kami sepakat inflasi sebesar 5,65% di 2011," jelasnya seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jum'at (8/7).Agus menambahkan, hingga saat ini, pemerintah masih melakukan studi terkait dengan besarnya biaya subsidi energi yang harus ditanggung. Di sisi lain, pemerintah juga melihat kondisi masyarakat yang saat ini hampir memasuki puasa dan lebaran, serta tahun ajaran baru.Sedangkan untuk nilai tukar rupiah, Agus menjelaskan pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat di angka Rp 8.700. "Saya ambil sisi konservatif, jadi kalau terjadi penguatan kita masih ada manfaat," katanya.Dengan nilai tukar yang konservatif ini, Agus bilang Indonesia masih bisa menekan defisit jika nanti ada risiko fiskal lain yang terjadi akibat lifting minyak dan ICP tidak tercapai. Sebab, jika nilai tukar rupiah dipatok terlalu kuat maka ketika lifting minyak tidak tercapai maka akan ada tambahan dana yang harus ditanggung di luar yang telah dianggarkan.

Sinyal harga BBM tidak naik

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menambahkan, penetapan inflasi 5,65% sebesar itu menunjukkan pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini. Sebab, menurutnya, bila BBM bersubsidi dinaikan inflasi tahun ini bisa melambung jauh dari angka 5,65%.Dengan penetapan inflasi sebesar 5,65%, Rusman bilang pemerintah tidak mungkin akan menaikkan harga BBM bersubsidi. "Itu memang sinyalnya bukan kenaikan BBM tetapi lebih kepada usaha yang lebih keras untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can