Inilah cara baru bank membereskan kredit macet



JAKARTA. Banyak jalan ke Roma, pun banyak cara perbankan memoles kinerja.  Yang terbaru, Otoritas Jasa  Keuangan (OJK) memberi lampu hijau pada perbankan untuk membentuk aset manajemen unit (AMU).

Tugas AMU mirip Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tapi dalam skala kecil. AMU bertugas menampung dan mengelola kredit bermasalah atau non performimg loan (NPL) bank.

Bank boleh menjual dan mentransfer kredit macet ke AMU. Unit ini selanjutnya membereskan kredit macet, menagih kewajiban debitur,  hingga menjual hak tagih tersebut ke pihak lain.


Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, berkeyakinan, AMU meringankan tugas bank mengurus NPL sehingga bisa fokus ekspansi kredit.

"Ini bisa menurunkan NPL sampai 50% dan bank mendapatkan likuiditas dari penjualan aset bermasalah," kata Irwan Lubis, Deputi Dewan Komisioner Bidang Perbankan OJK.

Bahkan pasca transfer NPL, neraca keuangan bank otomatis lebih bersih. Selain bebas dari kredit bermasalah, pos laba bank dipastikan terdongkrak karena beban pencadangan kerugian bakal susut.

Tak heran, bank berlomba-lomba memiliki AMU. "Beberapa bank berminat," kata Nelson, kemarin.

Sejauh ini, OJK baru mengizinkan Bank J-Trust Indonesia dan Bank CIMB Niaga untuk membentuk AMU.

Menurut Direktur Utama Bank J Trust Indonesia Ahmad Fajar, bank ini sudah mentransfer NPL senilai Rp 800 miliar ke PT JTrust Investments Indonesia (JTII). 

"Diharapkan NPL turun drastis menjadi 2,9% ," ujar Ahmad kepada KONTAN.

Bank CIMB Niaga juga sudah memanfaatkan fasilitas ini dengan mengalihkan aset bermasalah senilai US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,76 triliun.

"Unit itu dipegang oleh grup. Kami tidak ada saham di situ," kata  Wan Razly, Direktur Keuangan Bank CIMB Niaga.

Per September 2015, NPL gross CIMB Niaga turun menjadi 3,17% dari 4,28%.

Di luar dua bank tadi, Maybank Indonesia juga melirik  peluang pembentukan AMU.

"Kami sedang berkoordinasi dengan induk Maybank Group Malaysia," ungkap Taswin Zakaria, Direktur Utama Maybank Indonesia.

Per September 2015, NPL gross Maybank Indonesia tercatat 4,21%.

Pengamat pasar keuangan Budi Frensidy menilai, praktik ini rentan moral hazard, utamanya dalam penentuan harga transfer NPL. AMU terafiliasi dengan bank sehingga  harga penjualan berpotensi hanya menguntungkan bank.

"Jadi tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya. OJK harus mengatur lebih jelas," tandas Budi.  

Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, menampik bakal terjadinya penyimpangan.

"Sudah biasa kredit dijual, seperti KPR. Kalau transaksinya abal-abal ya kami periksa. Transaksi harus mendapat persetujuan OJK, tidak sembarangan," ujar dia. Lagi pula, OJK mensyaratkan bank hanya boleh memiliki saham maksimal 20% dan bukan pengendali di aset manajemen unit.           

Lihat infografik selengkapnya di halaman 1 Kontan edisi Jumat, 4 Desember 2015. (Untuk melihat Kontan edisi digital (e-paper), klik di sini)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina