Inilah daftar baru saham margin dan shortsell



JAKARTA. Pada Juli tahun ini, otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukkan delapan saham baru dalam daftar efek transaksi margin dan enam saham baru untuk transaksi shortsell. Delapan saham baru yang bisa menjadi objek transaksi margin tersebut antara lain BISI, BULL dan PORT. Ketiga saham ini juga bisa sebagai objek transaksi shortsell.

Ada yang masuk, tentu adapula yang keluar. Mereka yang terpental dari daftar efek transaksi margin sebanyak enam saham, yakni BIKA, DEWA, DPUM, GIAA, GREN dan MMLP. Juga ada enam saham yang terlempar dari daftar efek shortsell, yakni BIKA, DEWA, DMAS, DPUM, GREN dan MMLP.

Delapan saham baru di daftar efek margin melengkapi 198 saham yang boleh diperdagangkan dengan menggunakan transaksi margin. Demikian pula enam saham baru yang melengkapi 156 saham yang bisa menjadi objek transaksi shortsell.


Delapan saham baru margin: BISI, BULL, KOBX, PORT, SMMT, SULI, TRAM, WIIM

Daftar efek shortsell: BISI, BULL, PORT, SULI, TRAM, WIIM

Sebagai informasi, anggota bursa (sekuritas) yang boleh melakukan transaksi margin menggunakan 198 efek margin adalah anggota bursa dengan MKBD lebih dari Rp 250 miliar. Untuk sekuritas dengan MKBD di bawah Rp 250 miliar hanya bisa memperdagangkan 45 saham lewat transaksi margin.

Berdasarkan rilis 22 Juni 2017, Kepala Divisi Operasional Perdagangan BEI Eko Siswanto dan Kepala Divisi Riset dan Pengembangan BEI Verdi Ikhwan menjelaskan, daftar efek terbaru untuk transaksi margin dan shortsell berlaku mulai hari ini (3/7).

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, beberapa saham yang masuk daftar efek margin berpotensi membuat transaksi saham menanjak. "BEI melihat aspek teknikal fundamental dan likuiditas untuk menentukan saham margin," kata dia kepada KONTAN, Minggu (2/7).

Meski demikian, Hans mengakui banyak saham baru yang masuk daftar margin tidak terlalu dikenal.

Mengomentari salah satu saham BUMN yang terlempar di daftar efek margin, yakni GIAA, Hans melihat, hal itu lantaran perusahaan menderita kerugian akibat persaingan di industri penerbangan yang semakin ketat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia