JAKARTA. Sebagian besar emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah merilis laporan keuangan semester I-2016. Dari sini, sejumlah emiten mencatatkan profitabilitas cukup tinggi, jauh melampaui bunga deposito perbankan. Tingkat profitabilitas emiten mengacu pada tingkat pengembalian laba terhadap modal alias
return on equity (ROE). Angka ROE yang tinggi menjadi salah satu indikator saham tersebut layak dikoleksi oleh investor. Dari jajaran saham
big cap, ada PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR) yang mencatatkan ROE hingga di atas 100%. Kemudian saham PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) yang mencatatkan ROE sekitar 19,87%.
Jajaran saham-saham
second liner juga tak kalah menarik. Saham PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (
ROTI), misalnya, memiliki ROE sebesar 20%. Sedangkan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (
MIKA) dan PT AKR Corporindo (
AKRA) mencatatkan ROE masing-masing sebesar 23% dan 18%. Secara umum, suku bunga deposito perbankan tertinggi untuk tenor tiga bulan saat ini 7,13%. Adapun untuk deposito bertenor enam bulan, bunga tertinggi sekitar 7,25%. Analis Minna Padi Investama Frederik Rasali menyatakan , ROE menjadi indikasi atas kemampuan emiten mencetak keuntungan. Keuntungan itu juga seharusnya bisa dirasakan pemegang saham atau investor. Oleh sebab itu, masih ada pertimbangan lanjutan setelah ROE yang masih perlu dicermati. "Sahamnya sendiri harus likuid dan emiten yang bersangkutan juga bisa membagi-bagikan dividen ke investor," ujar dia kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih menilai, angka ROE memang seharusnya berada di atas suku bunga deposito perbankan. Jika di bawah deposito, itu berarti kurang bagus dan biasanya emiten itu menderita kerugian. ROE berkaitan erat dengan
bottom line perusahaan. Alfatih menyatakan, di Indonesia, pertumbuhan laba bersih suatu perusahaan di bawah 20% umumnya sudah berkurang berkilau fundamentalnya. "Karena angka 20% itu meliputi sejumlah unsur seperti risiko kurs, inflasi dan bunga deposito. Jadi hitungan fundamental yang bagus minimal 20%," kata Alfatih. Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada menilai, faktor yang harus dicermati investor bukan semata-mata terpaku pada angka ROE, melainkan pertumbuhan ROE tersebut. “Minimal emiten tersebut bisa mempertahankan level ROE-nya. Misalnya UNVR di atas 60%, apakah 60% bisa bertahan?” ungkap dia.
Sedangkan analis Minna Padi Investama Clement Hardjono menyatakan, meski investor cenderung lebih menyukai perusahaan dengan ROE yang lebih tinggi, masih ada hal-hal lain yang harus diperhatikan berdasarkan komponen ROE tersebut. "Apakah karena
profit margin yang tinggi, penggunaan aset yang maksimal
(asset turnover), atau utang yang tinggi
(financial leverage)?” ujar dia. Peringkat ROE tertinggi (%)
Emiten | Semester I 2016 | Semester I 2015 |
LPPF | 225,31 | -3.839,25 |
UNVR | 127,17 | 129,27 |
HMSP | 41,42 | 72,2 |
SCMA | 40,45 | 44,36 |
PTBA | 21,21 | 18,82 |
SRIL | 19,55 | 26,85 |
GGRM | 19,25 | 14,85 |
TLKM | 18,94 | 17,84 |
CPIN | 18,87 | 12,47 |
KLBF | 18,58 | 21,32 |
Sumber: RTI Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia