KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoli menegaskan, Pemerintah kembali mengusulkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena Indonesia tidak ingin menjadi sebuah negara yang liberal. "Berbeda dengan apa yang diputuskan oleh mahkamah konstitusi, negara kita menjadi sangat liberal kalau kita membiarkan pasal penghinaan presiden ini tidak jadi ada dalam RUU KUHP,” tegas Yasonna, Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI dengan Kementrian Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Rabu (9/6). Definisi pasal penghinaan presiden yang dimaksud Yasonna adalah, jika penghinaan tersebut menyangkut dengan personal dari presiden dan wakil presiden.
Inilah enam pertimbangan penting memasukkan pasal penghinaan presiden di RUU KUHP
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoli menegaskan, Pemerintah kembali mengusulkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena Indonesia tidak ingin menjadi sebuah negara yang liberal. "Berbeda dengan apa yang diputuskan oleh mahkamah konstitusi, negara kita menjadi sangat liberal kalau kita membiarkan pasal penghinaan presiden ini tidak jadi ada dalam RUU KUHP,” tegas Yasonna, Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI dengan Kementrian Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Rabu (9/6). Definisi pasal penghinaan presiden yang dimaksud Yasonna adalah, jika penghinaan tersebut menyangkut dengan personal dari presiden dan wakil presiden.