Inilah mitos dan hoax vaksin Covid-19 yang menyebabkan orang takut vaksinasi



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Lebih dari 50 juta penduduk Indonesia sudah disuntik vaksin Covid-19. Namun masih banyak warga yang menolak disuntik vaksin Covid-19 lantaran terpengaruh mitos-mitos dan hoax tentang vaksin Covid-19.

Vaksin Covid-19 merupakan cara terbaik agar pandemi corona segera berakhir. Satgas Covid-19 mencata sudah ada 57 juta penduduk Indonesia yang disuntik vaksin Covid-19 dosis pertama per 22 Agustus 2021.

Meski beberapa orang mulai mempercayai manfaat vaksin Covid-19, terkadang mitos-mitos yang beredar membuat mereka ragu untuk melakukan vaksinasi. Apa saja mitos tentang vaksin Covid-19?


Berikut mitos-mitos tentang vaksin Covid1-9 yang jangan Anda percayai:

1. Vaksin membuat kita terinfeksi virus Corona

Mitos tentang vaksin Covid-19 yang pertama adalah vaksin membuat kita terinfeksi virus corona. Mitos ini jelas salah. Vaksin memperkuat sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan melawan penyakit tanpa sebenarnya tidak menyebabkan infeksi.

Misalnya, vaksin Covid-19 buatan Moderna dan Pfizer mengandung untaian materi genetik yang disebut messenger RNA, atau mRNA. Ketika mRNA memasuki sel tubuh, mRNA menginstruksikan sel untuk memicu potongan "lonjakan" protein yang ada pada virus Corona.

Potongan protein itu sebenarnya tidak membahayakan tubuh, tetapi dapat memicu sistem kekebalan tubuh untuk meningkatkan respons melawannya. Respon tersebut biasanya memicu kelelahan, nyeri otot, sakit kepala atau demam. Efek tersebut merupakan hal yang normal dan merupakan tanda bahwa sistem kekebalan tubuh merespon vaksin dengan baik.

Baca juga: Inilah manfaat dan syarat vaksin Covid-19 dosis ketiga

2. Proses pembuatan vaksin terlalu cepat sehingga membahayakan

Mitos tentang vaksin Covid-19 yang kedua adalah proses pembuatan vaksin terlalu cepat sehingga membahayakan kesehatan. Vaksin pertama untuk Covid-19 memang melibatkan teknologi baru, dan dikembangkan dalam waktu singkat. Namun, bukan berarti vaksin Covid-19 tidak efektif untuk melawan penyakit tersebut.

Meskipun jenis vaksin ini pertama kali digunakan secara luas dalam vaksin untuk publik, para peneliti sebenarnya telah mengerjakan strategi vaksin ini selama lebih dari tiga dekade. Vaksin Covid-19 juga telah melewati uji klinis yang ketat.

Karena banyak orang yang terinfeksi Covid-19, hanya butuh beberapa bulan untuk mengumpulkan data yang cukup untuk membuat evaluasi awal dalam uji konis. Uji klinis tersebut juga telah melewati penelitian cermat dari beberapa ahli dan lembaga kesehatan independen.

3. Bahan utama vaksin sangat mencurigakan dan mengandung microchip

Mitos tentang vaksin Covid-19 yang ketiga adalah bahan utama pembuatan vaksin yang mencurigakan atau mengandung microchip. Beberapa orang percaya bahwa vaksin mengandung microchip atau alat pelacak yang bisa memata-matai aktivitas kita.

Padahal,bahan utama vaksin adalah mRNA atau DNA untuk memicu lonjakan protein. Kedua bahan vaksin tersebut juga mengandung lipid (lemak) yang membantu mengantarkan mRNA ke dalam sel dan beberapa bahan umum lainnya yang membantu menjaga pH dan stabilitas vaksin.

4. Vaksin bisa mengubah DNA

Mitos tentang vaksin Covid-19 yang keempat adalah vaksin bisa mengubah DNA. Kenyataannya, tidak ada vaksin yang dapat mengubah DNA manusia. Vaksin bekerja dengan menginstruksikan sel untuk membuat sepotong protein lonjakan untuk memicu respons sistem kekebalan.

Bahan utama vaksin memang terbuat dari DNA, tetapi tidak dirancang untuk berintegrasi dengan DNA kita.Vaksin juga tidak bisa secara permanen mengubah genom kita.

Itulah beberapa mitos-mitos vaksin vaksin Covid-19 yang tidak perlu dipercayai. Beritahukan  ke teman dan saudara Anda bahwa mitos vaksin Covid-19 itu tidak benar sehingga meraka tidak takut lagi mengikuti vaksinasi. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Mitos Seputar Vaksin yang Tak Perlu Kita Percaya",

Penulis : Ariska Puspita Anggraini Editor : Ariska Puspita Anggraini

Selanjutnya: Inilah dampak negatif jika nekat bikin kartu sertifikat vaksin Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto