Inilah pajak penakluk tuan tanah



JAKARTA. Rencana pemerintah memungut pajak bagi para spekulan tanah semakin jelas. Ada tiga jenis pajak yang kini disiapkan untuk menekuk aksi para pemburu rente dari investasi lahan.

Pertama, pengenaan pajak progresif untuk kepemilikan tanah yang lebih luas. Kedua, capital gain tax untuk transaksi tanah, dan ketiga, unutilized asset tax untuk tanah yang dibiarkan menganggur tanpa ada perencanaan.

"Tiga skema pajak itu bisa berlaku kumulatif," tandas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Dialog Kebijakan Ekonomi Berkeadilan, kemarin (2/2). Ini arti jika Anda memiliki tanah luas yang dibiarkan menganggur dalam jangka waktu tertentu, harus membayar pajak progresif sekaligus unutilized asset tax.


Adapun, pajak progresif harus Anda atau perusahaan bayar jika memiliki lahan yang semakin luas. Makin besar lahan makin besar pajak yang wajib dibayar. Jika kemudian Anda menjual aset tanah itu, pajak transaksi tanah berupa capital gain tax. Pajak tersebut akan dikenakan pada nilai tambah dari harga suatu tanah. "Pajak ini lebih ke pajak penghasilan (PPh), cuma tidak biasa," kata Darmin.

Menurut Darmin, pemerintah perlu membikin kebijakan ini karena sistem pajak yang berlaku saat ini cenderung berpihak pada pengusaha padat modal. Sudah begitu, ada kecenderungan penjual dan pembeli menurunkan nilai transaksi kena pajak.

Sayang, Darmin tidak menjelaskan besaran nilai pajak yang akan dikenakan, serta detail definisi yang dimaksud tanah menganggur. Hari Senin, saya mulai rapat lagi dengan menteri yang lain, kata dia.Target pemerintah tahun 2019, pajak tanah lebih berkeadilan. Pembeli dan penjual properti akan membayar pajak sesuai nilai transaksi.

Kepala BKF Suahasil Nazara menambahkan, Pajak Penghasilan atau PPh final yang berlaku saat ini pada dasarnya memajaki selisih harga, seperti juga capital gain tax. Hanya belum maksimal. Dikenakan PPh levelnya 2,5%. Ini semacam capital gain tax, tapi tidak exactly capital gain tax, ujar dia.

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menyarankan, basis pengenaan pajak lahan tidak produktif bisa dikategorikan jadi dua. Pertama, pengusahaan lahan tidak produktif dan penguasaan berlebih. Kedua, "Bisa juga sekalian diatur, tanah atau bangunan yang dijual kurang dari 5 tahun dianggap spekulasi sehingga dikenai pajak lebih tinggi," katanya.

Adapun capital gain tax merupakan jenis pajak ideal karena dikenakan dari keuntungan, sehingga lebih fair sesuai prinsip pajak. Namun, kelemahannya: data harga perolehan tanah dan kepemilikan tak mendukung. Alhasil, butuh integrasi data, sinergi BPN dan Ditjen Pajak.

Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menilai, kebijakan ini bisa mencegah bubble harga tanah yang bisa membuat kolaps.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto