JAKARTA. Dengan volatilitas tinggi, pasar saham domestik bergerak dalam tren menguat selama paruh pertama tahun ini. Sejak awal tahun hingga kemarin (year to date/ytd), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah tumbuh 14,38%. Sejumlah efek yang masuk kelompok LQ45 turut berandil mengangkat pasar saham lokal. Maklumlah, perdagangan saham LQ45 terbilang likuid dan menyumbang bobot cukup berat bagi IHSG. Saham emiten LQ45 yang berbasis konstruksi mendominasi 10 besar pemberi return menawan selama enam bulan pertama tahun ini. Mereka adalah Adhi Karya (ADHI), Waskita Karya (WSKT), Wijaya Karya (WIKA) dan PP (PTPP). Keempat emiten konstruksi itu mencatatkan rata-rata return 63%. Dari 10 emiten, pencetak untung tertinggi adalah Multipolar (MLPL), yakni 99%. Analis First Asia Capital David Sutyanto melihat, saham MLPL naik tinggi karena ada aksi penjualan Matahari Department Store (LPPF) sebesar Rp 1,39 triliun. Ini menyebabkan laba MLPL di 2013 melonjak berlipat ganda menjadi Rp 1,41 triliun. Di 2012, MLPL hanya mengantongi laba Rp 28,63 miliar. Dari sisi kinerja operasional, David melihat MLPL masih berpotensi berkembang.
Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan, fokus MLPL yang bergerak di ritel dan penyedia jasa cukup bagus. Apalagi, kebutuhan terhadap sektor itu terus tumbuh. Tapi William melihat ke depannya harga saham MLPL cenderung stabil. Terkait dominasi saham konstruksi, David berpendapat ada ekspektasi pasar yang sangat tinggi pada sektor ini. Padahal konstruksi masih terganjal tingginya suku bunga. Dia pun memperkirakan, sektor konstruksi bakal sedikit koreksi pada tahun ini. Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas Andy Ferdinand memprediksi, pergerakan saham LQ45 sangat tergantung pada hasil pemilu presiden 9 Juli 2014. Meski begitu, sektor infrastruktur tetap berkembang. Pasalnya dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berjanji akan mengembangkan infrastruktur. Secara umum, Andy menyebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan saham di bursa domestik. Misalnya The Federal Reserve (The Fed) yang diprediksi akan menaikkan suku bunga. Jika bunga The Fed naik, maka bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) bakal sulit turun banyak. Sehingga tahun depan tingkat bunga diperkirakan relatif tinggi. "Kalau lihat seperti ini, saham yang bagus adalah yang bisa menghadapi suku bunga tinggi dan rupiah yang lemah," ujar dia.