Inilah strategi berjuang pebisnis kuliner yang andalkan penjualan online



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus korona membuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ikut kena imbas. Berbagai upaya para pebisnis lakukan biar roda usaha bisa terus bergerak, meski putarannya tidak lagi sama.

Inovasi pun langsung mereka lakukan. Apalagi, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah membuat aktivitas sosial dan bisnis menjadi terbatas. Salah satunya adalah, dengan memanfaatkan jasa pengantaran makanan seperti Go-Food dari Gojek. 

Hal inilah yang Muhammad Rifky Saleh, pemilik Selawaktu Coffee, lakoni. Maklum, selama pandemi virus korona, omzet usahanya anjlok hingga 30%. Biasanya omzet kedai kopi yang ada di bilangan Jakarta Selatan bisa mencapai Rp 100 juta sampai Rp 130 juta per bulan.


Baca Juga: Tren Usaha Kuliner, Mengandalkan Aplikasi Pesan Antar

Sebagian pendapatan Rifky sebelum pandemi berasal dari layanan dine in. Sedangkan sekitar 30%-40% dari penjualan online.

Baca Juga: Menjadikan warung makan melek digital lewat Wahyoo

Setelah kedai kopinya tak lagi melayani dine in, praktis Rifky hanya mengandalkan penjualan online dan take away. Ini juga berimbas ke giliran masuk kerja karyawan yang berkurang, dari enam sif menjadi empat sif dalam seminggu. "Sekarang, 90% penjualan dari online dan 10% take away," katanya kepada KONTAN.

Baca Juga: Buka bisnis kuliner lewat GrabFood, simak panduannya di sini

Kondisi tidak mengenakkan juga terjadi pada Citra Ajeng, pemilik Takoyaki Ichi. Ia terpaksa menutup tiga gerai camilan ala Jepang ini di pusat perbelanjaan yang berlokasi di Jakarta. Soalnya, ada larangan membuka bisnis tak penting selama penerapan PSBB.

Padahal, saat kondisi normal, gerainya rata-rata bisa menghasilkan omzet Rp 1 juta per hari, dan di akhir pekan  melonjak sampai Rp 3 juta sehari.

Alhasil, Citra terpaksa merumahkan empat pegawainya dan tersisa dua karyawan. "Sekarang, saya membuka dapur darurat Takoyaki Ichi di garasi rumah. Saya harus survive karena yang kena bukan cuma saya saja," ucapnya kepada KONTAN.

Saat ini, situasinya jadi terbalik. Penjualan Takoyaki Ichi langsung menukik tajam sampai 70%-75% dari kondisi normal. Lantaran untuk saat ini, Citra hanya mengandalkan penjualan secara online dengan memanfaatkan layanan Go-Food.

Situasi serupa juga terjadi pada Restoran Asoka Corner yang berlokasi di Medan.  Sang pemilik, Kania Ginting menceritakan, penurunan omzet sangat dia rasakan karena usaha kulinernya mengandalkan penjualan makan di tempat.

Kini, ia hanya mengandalkan layanan pesan antar makanan. Kontribusi dari penjualan online tersebut sekarang mencapai 80%. Padahal sebelumnya, layanan pesan antar makanan cuma berkontribusi 20%-30% dari total pendapatan.

Kania merasa bersyukur, di saat pandemi virus korona masih bisa meraup pendapatan rata-rata sebesar Rp 2 juta per hari. Tapi, "Omzet saat ini sudah turun 50%-60% dari biasanya Rp 5 juta per hari," katanya ke KONTAN.

Kania tak merumahkan 12 karyawannya, cuma mengurangi jam operasional dari biasanya buka hingga 23.00 WIB, kini menjadi 21.00 WIB harus tutup.

Harus inovasi 

Setelah mulai mengandalkan penjualan dari kanal online, para pebisnis pun kembali memutar otak supaya laju usaha kuliner mereka terus berputar. Misalnya, yang Selawaku Coffee jalankan.

Rifky sekarang menyediakan kopi dengan ukuran jumbo, isi  satu liter yang berbanderol harga Rp 85.000 per botol. Menu anyar ini sebagai inovasi untuk mengakali biaya ongkos kirim yang terkadang memberatkan. "Problem delivery itu adalah ongkir, dan kopi jumbo bisa sebagai solusi pelanggan untuk bisa mengonsumsi kopi hingga empat hari," tuturnya.

Hasilnya tergolong moncer. Dalam satu minggu ia sukses menjual 150 botol kopi. Melihat hasil tersebut, dalam dekat, Rifky bersiap menelurkan makanan siap saji yakni ayam geprek yang sempat nge-hits saat Selawaku Coffee mulai buka.

"Untuk jangka panjang, saya belum ada rencana bisnis. Tapi, jika pandemi berakhir, pasti ada euphoria market," harapnya.

Sedangkan Citra Ajeng mulai membuat menu baru, seperti bento, takjil, bahkan dalgona coffee. Untuk kopi asal Korea Selatan yang sedang tren ini, ia mengkreasikan dengan buah-buahan. Hasil dari kehadiran menu baru tersebut cukup positif. "Ada hikmahnya juga, karena kita harus kreatif dan inovatif," kata dia.

Saat pandemi korona   berakhir, ia pun berencana membuka kedai serta membuat menu takoyaki bagi pelanggan yang sedang melakukan diet keto.

Adapun  inovasi dari Kania Ginting adalah menyediakan makanan beku dari menu yang ada di Asoka Corner. Ini adalah cara dirinya menjawab permintaan pelanggan yang ingin menikmati menu Asoka Corner tanpa harus datang ke restoran.

Ketiga pebisnis ini kompak setelah pandemi berlalu bakal terus menerapkan protokol kesehatan.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon