Inilah strategi mengatur ulang portofolio saat pasar modal gonjang-ganjing



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Apakah portofolio investasi Anda belakangan ini memerah? Kalau ya, mungkin Anda perlu mengatur ulang strategi investasi Anda.

Para analis menilai tekanan pada pasar modal Indonesia, terutama pasar saham, belum akan hilang dalam waktu dekat. Pasar bakal disetir sentimen efek perang dagang.

Sekadar gambaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir pekan lalu (23/3) ditutup di 6.210,79, turun 2,28% sejak awal tahun. Sementara Indonesia Composite Bond Index (ICBI) berada di level 242,42, turun 0,23% bila dihitung sejak awal tahun.


Lantas, instrumen apa yang cocok dikoleksi dalam kondisi seperti saat ini? Untuk kebutuhan investasi jangka pendek dan menengah, para pakar menyarankan sebaiknya menghindari instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham atau obligasi.

Perencana keuangan menyarankan investor membenamkan dana di deposito. Instrumen ini tetap likuid kendati pasar finansial terkoreksi. "Kalau ada kebutuhan dalam jangka waktu dekat, sebaiknya pilih deposito," kata Budi Raharjo, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Minggu (25/3).

Aset safe haven, seperti emas, juga dapat dimanfaatkan. Pamor emas dinilai meningkat seiring konflik perang dagang yang terjadi akhir-akhir ini. Investor pun berpotensi memperoleh keuntungan dari kenaikan harga emas.

Asal tahu saja, emas batangan keluaran Aneka Tambang (Antam) terus menguat. Dalam sepekan, harga emas Antam naik 1,25% jadi Rp 649.000 per gram. Ini menjadikan pesona si kuning kian cerah.

Perencana keuangan Finansia Consulting Eko Endarto juga sepakat. Ia menilai investor bisa memilih emas untuk mengamankan investasi dalam kondisi saat ini.

Sementara untuk alokasi kebutuhan investasi jangka panjang, saham dinilai masih menarik dan prospektif. Apalagi, saat ini harga saham sudah rendah. "Koreksi saham justru memberikan kesempatan bagi investor jangka panjang untuk membeli saham-saham atau reksadana saham yang dengan valuasi yang lebih murah," kata Farash Farich, Head of Investment Avrist Asset Management.

Farash menyarankan, investor dapat memilih reksadana saham yang portofolionya terdiri dari saham-saham blue chips atau yang berbasis saham indeks IDX30.

Segendang sepenarian, perencana keuangan dan CEO ZAP Finance Prita Ghozie, juga menuturkan investor dengan tujuan investasi di atas sepuluh tahun bisa memanfaatkan momentum penurunan harga saham untuk akumulasi beli. "Tahun lalu, bank sentral AS juga menaikkan suku bunganya tiga kali, tetapi kinerja reksadana saham masih bisa tumbuh di kisaran 12%–15%," imbuh Direktur Panin Asset Management Rudiyanto.

Untuk tujuan jangka pendek hingga menengah, Prita merekomendasikan instrumen pasar uang. Adapun, Farash berpendapat reksadana pendapatan tetap dengan portofolio obligasi korporasi juga menarik untuk investasi jangka menengah. Sebab, kupon obligasi korporasi umumnya cukup tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati