JAKARTA. Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) telah melakukan pertemuan dengan Komisi XI DPR RI pada 27 Mei 2015. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas mengatakan pihaknya telah menyampaikan sejumlah usulan terbaru kepada DPR terkait revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang juga merupakan hasil revisi atas UU Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan. Pertama, bentuk bank selama ini hanyalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kedepan, Indonesia membutuhkan bentuk ketiga, yakni Bank Khusus. "Sebab kita juga memerlukan bank-bank lain di luar Bank Umum, seperti Bank Investasi, Bank Pembangunan Infrastruktur, serta bank-bank lain yang bersifat khusus. Bank Khusus ini memerlukan pengaturan yang bersifat khusus, tidak bisa dengan 1 aturan seperti sekarang," kata Sigit di Jakarta, Selasa (9/6). Kedua, pembatasan kepemilikan saham asing sebaiknya tidak perlu dimasukkan dalam UU Perbankan yang baru. Sebab industri perbankan nasional masih membutuhkan investor asing. Kalaupun dilakukan pembatasan, cukup dalam peraturan di bawahnya. "Kalau dipaksakan, proses divestasi bank yang sahamnya terlanjur dimiliki asing juga tidak mudah. Belum tentu ada pemodal dalam negeri yang mau. Ini bukan soal pro atau anti asing" ujar Sigit. Ketiga, daripada membatasi kepemilikan saham asing, lebih baik diatur bagaimana kontribusi perbankan asing dalam pengembangan ekonomi rakyat Indonesia supaya lebih maksimal.
Inilah usulan terbaru Perbanas di UU Perbankan
JAKARTA. Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) telah melakukan pertemuan dengan Komisi XI DPR RI pada 27 Mei 2015. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas mengatakan pihaknya telah menyampaikan sejumlah usulan terbaru kepada DPR terkait revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang juga merupakan hasil revisi atas UU Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan. Pertama, bentuk bank selama ini hanyalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kedepan, Indonesia membutuhkan bentuk ketiga, yakni Bank Khusus. "Sebab kita juga memerlukan bank-bank lain di luar Bank Umum, seperti Bank Investasi, Bank Pembangunan Infrastruktur, serta bank-bank lain yang bersifat khusus. Bank Khusus ini memerlukan pengaturan yang bersifat khusus, tidak bisa dengan 1 aturan seperti sekarang," kata Sigit di Jakarta, Selasa (9/6). Kedua, pembatasan kepemilikan saham asing sebaiknya tidak perlu dimasukkan dalam UU Perbankan yang baru. Sebab industri perbankan nasional masih membutuhkan investor asing. Kalaupun dilakukan pembatasan, cukup dalam peraturan di bawahnya. "Kalau dipaksakan, proses divestasi bank yang sahamnya terlanjur dimiliki asing juga tidak mudah. Belum tentu ada pemodal dalam negeri yang mau. Ini bukan soal pro atau anti asing" ujar Sigit. Ketiga, daripada membatasi kepemilikan saham asing, lebih baik diatur bagaimana kontribusi perbankan asing dalam pengembangan ekonomi rakyat Indonesia supaya lebih maksimal.