Inka ingin tidak ada bea masuk komponen kereta api



JAKARTA. Kebutuhan kereta rel listrik (KRL) belum bisa dipenuhi dari dalam negeri. Industri kereta domestik masih sulit menggenjot kapasitas produksi.

Kasubdit Industri Roda Dua dan Kereta Api Kementerian Perindustrian Budi Hartoyo mengatakan PT Industri Kereta Api (Inka) sebagai satu-satunya produsen kereta api di dalam negeri baru mampu membuat 40 unit KRL tiap tahun. Satu unit KRL terdiri dari empat gerbong. Sementara kebutuhan KRL di dalam negeri mencapai 180 unit per tahunnya. Ini artinya kebutuhan KRL di dalam negeri baru bisa diisi Inka sekitar 22% saja.

Sementara itu pemerintah juga terus mendorong penggunaan KRL sebagai salah satu andalan moda angkutan massal di masa depan. Misalnya rencana pemerintah  membuat jaringan kereta api menuju bandara. Hal ini dipastikan akan membuat permintaan KRL di dalam negeri makin bertambah.


Bila produksi KRL domestik tidak didorong, importasi KRL akan semakin banyak. Saat ini, sisa kebutuhan KRL yang sebanyak 78% masih impor.   "Ini dia yang membuat PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih harus impor KRL terutama dari Jepang," katanya (8/10).

PT Inka sendiri masih sulit meningkatkan kapasitas produksi KRL. Salah satu sebabnya adalah masih adanya bea masuk untuk komponen kereta yang dibutuhkan Inka. Seperti rangka tempat duduk, motor traction, atau komponen bodi kereta.

Kementerian Perindustiran berharap bea  masuk komponen kereta bisa dihapus. Saat ini komponen kereta masih dikenai bea masuk sebesar 5%-10%. "Ini sebagai stimulus menambah produksi kereta," ucapnya.

Hingga kini kebutuhan komponen impor kereta api masih tinggi. Produk kereta PT Inka saja punya kandungan lokal rata-rata 50%.Menurut Agus Purnomo, Direktur Utama PT Inka, pihaknya saban tahun membutuhkan dana sekitar Rp 300 miliar untuk memproduksi 40 unit KRL setiap tahun. Bila pengeluaran dari pos bea masuk bisa berkurang, produksi KRL INKA bisa terdongkrak. Namun ia belum punya hitungan kenaikan kapasitas produksi Inka. "Kebutuhan KRL impor lambat laun bisa berkurang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon