KONTAN.CO.ID - Saya sudah tiga tahun menjabat Presiden Direktur XL Axiata. Waktu saya masuk, industri telekomunikasi berbeda sekali dengan sekarang. Makanya, saya pun menyesuaikan kebijakan untuk membawa XL Axiata maju. Jelas di ingatan saya, tiga tahun lalu industri telekomunikasi masih didominasi dengan bisnis suara (
voice call) dan
short message service (SMS). Beda dengan sekarang yang lebih fokus bisnis data internet. Ketika tahun 2015 sebenarnya kami sudah mulai masuk bisnis data. Walaupun secara perlahan bisnis suara dan pesan singkat kami menghilang. Persisnya, bisnis suara XL Axiata melemah di 2016.
Jika dibandingkan kompetitor, kami memang hilang paling cepat. Untungnya, bisnis data kami berkembang paling cepat dibandingkan pemain lainnya. Setelah tiga tahun, yakni sekarang ini, kami sudah menjadi pemain utama di bisnis data. Terbukti kontribusi pendapatan dari bisnis data kami saat ini lebih besar dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Pendapatan bisnis data XL Axiata tercatat Rp 10,75 triliun pada sembilan bulan pertama 2018, menyumbang 63,4% dari pendapatan Rp 16,89 triliun. Ke depannya harapan saya, XL Axiata bisa menjadi
integrated player. Bukan hanya berkembang pada mobile business, tetapi juga bisa berkembang ke enterprise dan home business. Contohnya adalah menyediakan bisnis
fiber-to-the-home (FTTH) alias pengantaran isyarat optik dari pusat penyedia (provider) ke pengguna. Misalnya seperti internet yang ada di rumah atau perusahaan. Mengingat industrinya yang berbeda, jelas kebijakan yang saya ambil pun sedikit berbeda. Apalagi 2015 itu kami yang pertama pindah ke bisnis data, dan sekarang ini mulai diikuti oleh pemain lain. Kunci utamanya harus bisa berinovasi alias menghadirkan ide-ide baru. Konkretnya, kami tidak hanya menjual paket data sekian gigabyte saja, tetapi juga harus bisa menawarkan paket yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Salah satu yang berhasil, yakni kami membuat paket data dengan gratis akses video Youtube. Untungnya, Youtube juga mendukung kami dan ternyata konsumen cukup antusias dengan produk ini. Kami juga mulai mengenalkan kepada konsumen XL 4G handset dengan nama Xtream Ultima. Kalau dahulu kami hanya jual produk datanya, kini kamu berusaha lengkapi dengan perangkatnya. Kebijakan ini sebagai bagian dalam rencana kami mendorong lebih lanjut lagi para konsumen yang masih memakai 2G, untuk berpindah ke 4G lewat produk perangkat murah. Bukan cuma XL yang digenjot untuk jaringan 4G, Axis juga digenjot untuk jaringan 4G. XL Axiata juga baru saja membangun laboratorium Internet of Thing atau IoT Lab Innovation yang bisa dibilang paling lengkap di Indonesia . Ini untuk mengembangkan inovasi IoT. yang jadi salah satu solusi digital mempermudah berbagai aktifitas individu dan industri. Tak hanya melakukan inovasi pada program-program kerjanya, saya juga menuntut karyawan untuk terus melakukan perubahan, karena industri telekomunikasi ini berubah dengan sangat cepat. Awal memimpin perusahaan ini, ekspektasi saya, karyawan itu harus bisa memahami suatu fungsi secara mendalam. Kalau sekarang tidak bisa begitu. Saya menuntut karyawan bisa belajar dan beradaptasi dengan kondisi saat ini. Istilahnya agility atau gesit. Itu yang jadi syarat utama kami dalam melakukan perekrutan karyawan. Contohnya, mereka harus cepat belajar hal-hal baru, kemudian mengabsorpsi hal baru itu ke dalam pekerjaan mereka, serta mengangkap keinginan pelanggan. Dari tiga tahun lalu sampai sekarang, saya dikenal sebagai pemimpin yang tidak pernah santai. Pasalnya, kompetisi di bisnis ini tidak akan pernah mengendur. Istilahnya di industri ini harus gaspol. Kalau kami santai sedikit kami bisa dilibas oleh pemain lain. Karena itu, saya menuntut agar karyawan harus siaga, harus pasang telinga untuk ‘mendengarkan’ kompetitor sedang melakukan apa. Pasang telinga juga untuk mengetahui kebutuhan konsumen khususnya anak muda. Saya pun mulai menyesuaikan kebijakan dengan kondisi industri saat ini. Ketika 2015, kondisi kami sedang krisis. Saat itu, XL Axiata membutuhkan karakter pemimpin kuat dan lebih bersifat mengarahkan. Waktu itu, saya seperti mendikte mereka untuk melakukan ini itu dengan langkah-langkah yang sudah saya siapkan. Beda dengan sekarang. Sekarang ini saya justru menerapkan kebijakan yang lebih terbuka karena kami sudah melewati masa krisis. Saya lebih membebaskan karyawan untuk membuat inovasi, menyuarakan idenya dalam batas strategi XL Axiata. Dengan begitu, mereka bisa lebih berpartisipasi untuk mengembangkan perusahaan. Itu sebabnya kami menerapkan ruangan kerja open enviroment setahun terakhir ini. Mereka bisa kapan saja datang ke direksi, dan sebaliknya pemimpin pun bisa bergabung di ruang kerja mereka. Demi mewujudkannya, kami mencoba mendesain kantor kami sekarang tanpa ada ruang pembatas. Harus lebih digital Saat ini, saya melihat, tantangan tahun 2019 akan semakin luar biasa. Pada 2018 saja industri tumbuh negatif walaupun kami masih berharap kinerja XL Axiata tetap positif hingga akhir tahun. Sampai dengan akhir September 2018 lalu, pendapatan XL tercatat Rp 16,89 triliun. Angka ini stagnan jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2017 yang sebesar Rp 16,9 triliun. Sayangnya, selama sembilan bulan pertama 2018, XL Axiata merugi sekitar Rp 144,81 juta. Padahal tahun lalu di periode yang sama masih bisa meraup untuk Rp 238,06 juta. Nah, di 2019, industri harus bangkit lagi. Kebangkitan itu akan membuat semua pemain di telekomunikasi berlomba-lomba untuk mencapai pertumbuhan. Jelas itu membuat persaingan makin ketat. Harapan saya, yang dilakukan oleh semua operator telekomunikasi adalah bersainglah dengan rasional. Jangan sampai mengulang kejadian perang harga. Menurut saya, perang harga itu tidak ada gunanya bahkan merugikan siapa saja. Kompetisi harus lebih sehat. Bukan lagi masanya menawarkan paket data
unlimited. Strategi kami tahun 2019 yakni mendorong digitalisasi di tahun depan. Bukan artinya kami masuk ke bisnis uang elektronik ataupun
e-commerce. Kami akan mendorong penjualan baik marketing maupun distribusi melalui digital. Layanan untuk konsumen juga kami buat lebih digital. Misalnya untuk melakukan pengaduan yang biasanya lewat telepon, ini kami fasilitasi lewat media sosial. Bukan saja eksternal yang kami dorong untuk masuk ke digital. Di internal XL Axiata, kami juga melakukan digitalisasi, misalnya mendesain jaringan untuk bagian human resourcedan corporate communication lebih digital lagi. Digitalisasi itu penting karena konsumen sudah terbiasa dengan hal-hal yang berbau digital. Lagipula, digitalisasi ini bisa meningkatkan efisiensi untuk perusahaan. Untuk ekspansi lain, misalnya seperti konsolidasi, kami sebenarnya membuka peluang ke arah sana. Memang konsolidasi industri telekomunikasi perlu dilakukan karena jumlah operator di Indonesia cukup banyak. Namun, sebenarnya kami sudah melakukan harapan pemerintah ini dengan menggandeng Axis. Saya bisa bilang di industri ini
everybody talk to everybody. Jadi operator A berbicara dengan operator B, operator B berbicara dengan C dan begitu seterusnya. Semua operator tentu akan saling berbicara satu sama lain, hanya saja sekarang ini mungkin stakeholder punya kebutuhan yang lain. Tahun 2019 , kami menargetkan pertumbuhan bisnis kami bisa sama dengan pertumbuhan industri. Kalau tahun ini pertumbuhan industri negatif, tahun depan perkiraan kami industri bisa tumbuh di kisaran mid single digit. Ya kurang lebih bisa tumbuh 6%–7%, dan harapan kami mencetak pertumbuhan bisnis di kisaran itu. Andalan saat bencana Meski bukan menjadi pemimpin pasar, XL Axiata mampu membuktikan kemampuan dalam menjaga jaringan khususnya pada bencana. Ini yang menjadi inovasi dari XL Axiata. Banyak yang heran mengapa kami bisa tetap beroperasi di kala bencana terjadi seperti baru-baru ini di Lombok dan Palu. Sebelumnya juga, kami tetap paling handal kala gempa Padang dan Yogyakarta. Dua hal yang menjadi kunci utamanya, tenaga kerja kami dan jaringannya. Sumber daya manusia kami di tempat bencana ini tetap bekerja walaupun terkena musibah. Padahal kami sudah memperingatkan bahwa terpenting keselamatan. Namun, mereka membuat saya terharu karena begitu totalitas mengamankan jaringan agar korban bencana bisa berkomunikasi dengan orang luar.
Makanya, salah satu nilai yang harus dimiliki karyawan XL Axiata adalah integritas yang tinggi. Hasilnya, saat bencana mereka bisa tetap bekerja. Hal ini jelas melebihi dari ekspektasi kami. Kunci yang kedua agar kami handal saat ada bencana adalah desain jaringannya. Kami punya cadangan jaringan transmisi yang lumayan banyak. Di satu daerah itu bisa ada dua hingga empat transmisi. Itu sebabnya, ketika satu jaringan rusak, kami bisa gunakan jaringan lain. Transmisi lebih dari satu itu kami terapkan di semua daerah. Itu menjadi prosedur dasar bagi kami dalam membangun jaringan. Kami menerapkan hal ini di semua daerah, karena yang namanya bencana bisa terjadi di mana saja. ◆ Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga