KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Digitalisasi di sektor perbankan nyatanya mampu membuat bank lebih efisien di masa pandemi. Ini terlihat dari rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) bank umum konvensional yang turun pada Maret 2021. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, rasio BOPO sebesar 86,44% pada Maret 2021 dibandingkan dengan posisi sama di tahun lalu yang sebesar 88,84%. Rasio BOPO PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), juga turun per Mei 2021 dibandingkan posisi Desember 2020. Bank yang bersandi bursa BBTN ini menargetkan, hingga akhir tahun 2021 rasio BOPO diproyeksikan akan semakin turun hingga mencapai target di bawah 90%.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, salah satu faktor penyebab tingginya BOPO perbankan adalah beban bunga. “Di BTN telah terjadi penghematan
cost of fund yang signifikan sampai dengan Mei 2021, sehingga BOPO Bank BTN juga mengalami penurunan,” terang Haru kepada KONTAN pada Jumat (25/6).
Baca Juga: Cost of fund turun, BTN berhasil tekan BOPO pada awal tahun ini Haru menjelaskan, untuk menjaga rasio BOPO, BTN menerapkan dua strategi.
Pertama, BTN menjaga beban operasional dengan fokus menurunkan
cost of fund dan menjaga beban
overhead lainnya tetap efisien.
Kedua, BTN meningkatkan pendapatan operasional dengan meningkatkan penyaluran kredit yang berkualitas. Hal ini ditujukan agar pendapatan bunga tetap optimal dan meningkatkan
fee based income. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga mampu menekan BOPO berkat inovasi digital dan otomasi proses bisnis yang membuat BNI menjadi lebih efisien. Hal ini memberikan dampak yaitu semakin membaiknya rasio BOPO BNI. Tercatat, per Mei 2021 berada di angka 79,3% atau membaik dari posisi akhir tahun 2020 yang berada di angka 93,3%. Corporate Secretary BNI Mucharom mengatakan, BOPO BNI masih berada di bawah rata-rata industri hingga saat ini. “Kami memproyeksikan BOPO tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu,” ujar Mucharom kepada KONTAN, Jumat (25/6). Mucharom menyatakan, peningkatan dana murah atau
current account saving accout (CASA) dan
fee based income menjadi sasaran utama BNI untuk menjaga rasio BOPO. “Langkah-langkah yang kami siapkan dalam rangka menghimpun CASA dan menciptakan sumber FBI adalah penguatan BNI Mobile Banking sebagai fasilitas layanan perbankan yang dominan untuk digunakan para nasabah ritel,” terang Mucharom. Per Maret 2021, jumlah pengguna BNI Mobile Banking mencapai 8,56 juta atau tumbuh 58,4% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu yang sebanyak 5,41 juta nasabah. Mucharom menyebut, dari segi nilai transaksi tercatat Rp138 triliun pada Maret 2021 atau tumbuh 33,2% dibandingkan pada Maret 2020 yang sebesar Rp103 triliun.
“Tingginya animo pengguna BNI Mobile Banking disebabkan oleh fitur-fitur yang tersedia didalamnya. Seperti Biometric Login, User-ID Auto Filling, Point+ Integration, Account Opening, Loan Aplication, Credit Card Integration, hingga tersedianya QR Payment. Pengembangan akan terus dilakukan ke depan, antara lain dengan menanamkan fitur Personal Finance Management hingga SME Solution Integration,” terang Mucharom. Selain dari BNI Mobile Banking, Mucharom menyatakan, penguatan BNI Direct dan Integrated Portal juga menjadi salah satu langkah BNI untuk menjaga rasio BOPO. BNI Direct dirancang bagi nasabah untuk dapat melakukan transaksi perbankan secara meneyeluruh menggunakan portal dan aplikasi yang meliputi fitur layanan Payment Management, Collecting Management, Liquidity Management, Value Chain Management, dan Open Banking Solution. Tercatat, peningkatan kontribusi penarikan dana murah bagi perseroan sebesar Rp231 triliun atau 53% dari total CASA yang dihimpun BNI pada kuartal pertama tahun 2021. BNI juga menyiapkan API Digital Service BNI yang sudah mulai dipersiapkan sejak 2018. “Saat ini, BNI telah sanggup menyediakan 238 pelayanan yang telah digunakan oleh lebih dari 3.000 klien,” imbuh Mucharom.
Baca Juga: Transaksi digital meningkat, BCA berhasil menekan rasio BOPO Editor: Khomarul Hidayat