Inovasi produk menopang kinerja INDF



JAKARTA. Kinerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) tumbuh cukup kuat di semester pertama tahun ini. Emiten Grup Salim ini banyak mendapat keuntungan dari divisi barang konsumer, yang digawangi anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Pada periode itu, INDF meraih penjualan bersih Rp 34,08 triliun atau tumbuh 4,4% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 32,63 triliun. INDF berhasil menjaga beban penjualan, sehingga laba usahanya masih tumbuh 4% year on year (yoy) menjadi Rp 4,01 triliun.

Sementara margin laba usaha INDF masih stabil di level 11,8%. Menyusutnya beban keuangan juga membuat laba bersih INDF terkerek 29% (yoy) menjadi Rp 2,2 triliun.


I Dewa Agung Trisna, analis Panin Sekuritas, menilai, kinerja INDF banyak terdorong dari kinerja ICBP. Hingga semester I 2016, ICBP mengantongi penjualan cukup tinggi, yakni Rp 18,18 triliun. Jumlah itu naik 9,8% dibandingkan periode sama tahun lalu, sebesar Rp 16,66 triliun.

Menurut dia, belakangan ini ICBP banyak merilis produk baru, seperti tambahan varian rasa di produk makanan ringan Chitato. ICBP juga mulai membuat produk mi instan premium untuk segmen menengah ke atas.

"Dalam jangka panjang, inovasi ICBP akan menopang kinerja induknya," ujar Trisna, Selasa (30/8).

INDF juga bisa membukukan kenaikan laba bersih yang tinggi karena ada penurunan di sejumlah bahan baku produknya. Misalnya, penurunan harga bahan baku segmen susu. Selain itu, penurunan harga gandum membuat margin INDF lebih bagus.

Kevin Rusli, analis Indo Premier Securities juga mengatakan, performa bisnis tepung Bogasari terus membaik. Bogasari mampu menjaga margin EBIT di level 8,6%, karena persaingan yang masih stabil di pasar. Di tengah cemerlangnya kinerja ICBP dan Bogasari, tantangan INDF datang dari anak-anak usaha di sektor perkebunan.

Kinerja sektor perkebunan terutama di sektor hulu masih tertekan. "Harga crude palm oil (CPO) kemungkinan masih stagnan," ujar Kevin, dalam riset pada 23 Agustus 2016.

Agung juga menambahkan, kondisi cuaca turut mempengaruhi produksi dan distribusi CPO. "Tantangan paling berisiko untuk INDF datang dari harga CPO dan bagaimana cuaca nanti," ujar dia.

Meski demikian, dalam jangka panjang, ada harapan bisnis perkebunan bisa pulih jika harga CPO meningkat. Sampai akhir tahun ini, Agung memperkirakan, pendapatan INDF masih bisa tumbuh 10% menjadi Rp 70,5 triliun dengan peningkatan laba bersih 33,7% menjadi Rp 3,8 triliun.

Stevanus Juanda, analis UOB Kay Hian dalam riset 25 Agustus 2016 memprediksi, laba bersih INDF bisa menyentuh Rp 3,9 trilun di akhir tahun ini. Karena performa ini, Stevanus menaikkan target harga perseroan.

Ia merekomdasikan buy dengan target Rp 9.000 per saham, naik dari sebelumnya Rp 8.600. Agung juga merekomendasikan buy dengan target Rp 9.000 per saham.

Harga itu mencerminkan price earning ratio (PE) tahun 2016 sebesar 21,5 kali. Kevin juga mengerek rekomendasi INDF dari hold menjadi buy dengan target harga Rp 9.600 per saham. Harga saham INDF pada perdagangan kemarin ditutup menurun 0,32% ke level Rp 7.900 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie