KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peran masyarakat diperlukan dalam menekan kegiatan penebangan hutan secara liar. Adapun peran tersebut meliputi kegiatan patroli terpadu dan mandiri di hutan adat, hutan nagari dan hutan kemasyarakatan. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa selama kegiatan patroli terpadu tersebut sudah didukung oleh sejumlah teknologi modern agar pengawasan bisa dilakukan lebih efektif. Sejumlah teknologi telah digunakan untuk pelestarian lingkungan. Salah satu teknologi yang digunakan untuk membantu upaya pencegahan kerusakan hutan adalah teknologi kecerdasan buatan atau
artificial intelligence (AI).
Teknologi ini dinamakan ‘Guardian’, sebuah aplikasi teknologi digital yang diinisiasi oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) bekerjasama dengan National Committee of the Netherlands (IUCN). Melalui bantuan IUCN, KKI Warsi dipertemukan dengan RFCX Rainforest Connection, yang kemudian mengembangkan alat analisa bioakustik.
Baca Juga: Jurus Digitalisasi Mall di Tengah Pandemi, Cornerstone Rilis Platform Mall To Go Riche Rahma Dewita, Koordinator Program KKI-Warsi mengatakan, KKI Warsi mulai menggunakan Guardian sejak tahun 2018. Alat ini membantu masyarakat di sekitar hutan nagari yang sudah melakukan praktik pengamanan dan perlindungan hutan sejak dahulu. "Sejauh ini, terdapat 26 titik instalasi Guardian di area resmi pengawasan masyarakat seperti area hutan nagari Sumpur Kudus Sijunjung, Sumatera Barat,” kata Riche dalam keterangan resmi, Kamis (23/12). Teknologi ini digunakan untuk menangkap suara-suara terkait kegiatan pengrusakan hutan, misalnya penebangan pohon secara liar (
illegal logging) dan perburuan ilegal. Teknologi ini akan memilah jenis suara, di antaranya suara kendaraan, suara penebangan, suara tembakan, kemudian dikirimkan dalam bentuk notifikasi. Dengan kecerdasan penangkapan suara ini, maka aparat keamanan bisa mendeteksi lebih tepat kegiatan para penebang liar. Aplikasi Guardian bisa diunduh di smartphone untuk kemudian menangkap dan mentransmisikan suara yang muncul di hutan.
Baca Juga: Jawab Kebutuhan Pasar, BRI Lakukan Transformasi Digital Data suara yang tertangkap ini lalu dikirimkan melalui streaming ke server cloud untuk dianalisa menggunakan model AI pendeteksi suara, khususnya suara alat tebang pohon, kendaraan, suara manusia, dan bahkan tembakan. Richie menambahkan, secara teknis, alat ini masih bergantung kepada jaringan seluler internet. Maka, alat ini hanya bisa dipasang di wilayah yang berada di ketinggian yang cukup untuk menangkap jaringan seluler internet. Ketika AI pendeteksi suara mengidentifikasi sebuah suara tertentu, maka tim KKI Warsi akan mengecek dan melakukan verifikasi suara. Jika terverifikasi sebagai kegiatan perusakan hutan, maka tim akan menghubungi Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) untuk melakukan patrol di tempat kejadian. Yudi Fernandes, Koordinator Unit KKI-Warsi menyebut, sebelum ada Guardian, pihaknya memerlukan waktu setengah hari, sejak suara terdeteksi hingga verifikasi dan patroli. "Sekarang, waktu yang dibutuhkan jauh lebih pendek, sehingga lebih efektif, sekaligus membuat jera para pelaku illegal logging,” ujar Yudi.
Baca Juga: Kode Redeem FF Desember 2021, Termasuk Cara Mendapatkan Skin Snowboard Terbaru Gratis Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari Sumpur Kudus, Syarifuddin mengatakan, sejak alat ini dipakai di tahun 2018, maka sudah tidak ada lagi penebangan dalam skala besar yang ditemukan. Meski demikian diakui masih ada kasus penebangan kayu kecil antara dua sampai tiga batang pohon. "Tapi kasusnya bisa diselesaikan secara adat. Alat Guardian ini sangat membantu petugas parimbo yang bertugas mengawasi sekitar 3.828 hektar hutan nagari Sumpur Kudus,” jelasnya. Inovasi digital lainnya, ialah analisis citra satelit dan drone untuk pemantauan tutupan lahan. Citra satelit ini banyak yang dibuka aksesnya ke publik sehingga dapat dianalisa lebih jauh sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dengan menganalisis beberapa jenis citra satelit sekaligus, seperti Landsat, Sentinel, SPOT, Yayasan Auriga Nusantara mendeteksi tutupan sawit nasional. Analisis yang dilakukan sejak 2019 ini menunjukkan bahwa tutupan sawit Indonesia berada di 247 kabupaten di 25 provinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Tanah Papua. Pengembangan analisis citra satelit, salah satunya adalah penggunaan drone untuk pendataan sawit rakyat. Resolusi gambar drone jauh lebih tinggi, sehingga membantu mempercepat proses pemetaan di lapangan. Deddy Sukmara, Direktur Informasi dan Data Yayasan Auriga Nusantara mengungkapkan, pihaknya telah selesai memetakan tutupan sawit 2020. Rencana hasil pemetaan akan dirilis dalam waktu dekat.
Baca Juga: Keamanan dan Kolaborasi Jadi Kunci Transformasi Digital Perbankan "Pemetaan berbasis gambar drone juga kami harapkan memicu percepatan pemetaan sawit rakyat, sehingga kebijakan persawitan ke depan akan lebih tepat sasaran, atau demi sebesar-besar kemakmuran pekebun sawit dan untuk tata kelola lahan sawit berkelanjutan,” kata Deddy. Sulistyanto, kepala satuan tugas (kasatgas) pada Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi, menyebut melalui data pemetaan sawit, akan dilakukan pembandingan luas pemetaan sawit dengan izinnya. Nantinya, selisih dari perhitungan ini bisa dikalkulasikan menjadi potensi pajak yang belum dibayar. "Selain itu, kami menggunakan pemetaan ini untuk memastikan bahwa program replanting kelapa sawit akan tepat sasaran,” tutur Sulistyanto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli