Inpres penundaan konversi hutan hampir rampung



JAKARTA- Menjelang pertemuan lanjutan antara delegasi Indonesia dan Norwegia untuk pembahasan LoI seputar pengurangan emisi pada 25-26 Oktober di Jakarta, delegasi Indonesia sudah siap dengan sejumlah kemajuan. Di antaranya penyusunan draft Instruksi Presiden (Inpres) tentang Penundaan izin Baru Konversi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut ini sudah nyaris rampung.“Kendati belum mendapat tanda tangan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun draft tersebut sudah dibahas dengan Kementrian Perekonomian,” ujar Sekretaris Jenderal Kemenhut Hadi Daryanto akhir pekan lalu. Sejumlah poin yang disudah dibicarakan dengan Kementrian Perekonomian adalah sebagai berikut.Pertama, penundaan izin konversi hutan alam primer dan lahan gambut tidak berlaku pada pemegang izin yang telah ada dan masih berlaku, pemegang izin dalam proses perpanjangan , dan pemohon yang telah memperoleh Persetujuan Prinsip dari menteri yang berwenang (di dalam maupun di luar kawasan hutan). Untuk yang terakhir, dengan catatan pada saat penerbitan izin dilakukan deliniasi makro dan mikro.Kedua, pemberian izin usaha baru diluar kawasan hutan alam primer dan lahan gambut sesuai Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJM) tetap diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.“Inpres ini ditujukan kepada Menteri Kehutanan, para gubernur, dan bupati. Dengan keluarnya inpres nanti, maka bupati tidak bisa lagi menerbitkan rekomendasi izin kebun,” tambah Hadi.Secara garis besar Inpres ini mengatur tentang tiga hal pokok. Pertama, penundaan pemberian izin baru konversi hutan alam primer dan lahan gambut untuk jangka waktu dua tahun mulai Januari 2011 sampai 31 Desember 2012 dan dapat diperpanjang. Kedua, pengecualian untuk untuk kepentingan pembangunan nasional yangbersifat obyek vital nasional seperti geothermal, minyak dan gas bumi. Ketiga, peta indikatif dan tabel hutan alam (primer) dan lahan gambut ditinjau dan diperbaharui diupdate setiap 6 (enam) bulan.Direktur Jenderal Planologi Kementrian Kehutanan Bambang Supriyanto mengungkapkan peta indikatif ini mencakup sekitar 34 juta hektar hutan alam primer dan lahan gambut yang tersebar di seluruh Indonesia. Papua merupakan wilayah yang paling luas hutan alam primer dan lahan gambutnya. Dari pemetaan ini akan terlihat jelas wilayah hutan mana saja yang terlarang untuk pemberian izin baru.“Peta ini sudah jadi hanya saja masih menunggu inpres diterbitkan. Walaupun LoI kan kesepakatan dua negara tapi kan penerapannya harus berdasarkan kebijakan dari pemerintah,”ujar Bambang.Sekjen Gabungan Asosiasi pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono berharap pemerintah membuat kebijakan yang tetap mendukung industri dan memastikan dengan jelas kawasan hutan mana saja yang boleh dimanfaatkan untuk industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: