JAKARTA. Tarik menarik penerapan asas cabotage terjadi di parlemen. Kali ini, Indonesian National Shipowners Association (INSA) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran khusus mengenai pemberlakuan asas cabotage.Ketua Umum INSA Johnson W. Sucipto mengatakan, penerapan asas cabotage merupakan bentuk implementasi kedaulatan Indonesia. Untuk kapal-kapal tertentu seperti kapal pengeboran minyak lepas pantai tipe C, Johnson setuju diberi pengecualian. Johnson bilang pengecualian tersebut berlaku selama belum tersedia kapal yang berbendera merah putih. Selain itu, dia berdalih, pengecualian itu bisa berlaku karena operator kapal-kapal kategori C tidak melakukan pemindahan penumpang maupun barang antar pulau maupun antar pelabuhan.Sebagai landasan hukumnya, Johnson mengatakan, pemerintah selaku pembina industri pelayaran dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah atau media penunjang hukum lainnya tanpa melakukan revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.Karena itu, dia meminta pemerintah konsisten menerapkan asas cabotage. “Proteksi terhadap pengusaha nasional yang sudah mulai berinvestasi di sektor penyedian kapal maupun fasilitas offshore kelompok C sangat diperlukan dengan tidak merevisi UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,“ ujarnya.Sejumlah perusahaan nasional sudah siap-siap masuk ke sektor offshore kelompok C seperti PT Berlian Laju Tanker (BLTA), PT Trada Maritim (TRAM), PT Meratus dan PT Hafar Samudera. Asas cabotage mewajibkan perusahaan menggunakan kapal Indonesia di perairan Indonesia. Kewajiban ini juga berlaku bagi kapal-kapal bagi kepentingan pengeboran minyak dan gas lepas pantai (offshore) di Indonesia. Asas ini akan ditetapkan Mei mendatang.Vice President Indonesia Petroleum Association Sammy Hamzah mengatakan asas cabotage memang sesuatu yang lazim di negera-negara di dunia, seperti Amerika, India, Brasil, China, dan Australia. Namun di negara-negara tersebut dia bilang berlaku dispensasi untuk teknologi pengeboran minyak lepas pantai. “Jika kapal-kapal tersebut tidak diberikan dispensasi maka pemilik atau operator tidak memiliki pilihan lain selain menghentikan operasi mereka yang akan berdampak secara drastis pada pendapatan serta eksplorasi dan produksi minyak dan gas di Indonesia,“ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
INSA: Asas cabotage tak perlu diubah, cukup ada dispensasi
JAKARTA. Tarik menarik penerapan asas cabotage terjadi di parlemen. Kali ini, Indonesian National Shipowners Association (INSA) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran khusus mengenai pemberlakuan asas cabotage.Ketua Umum INSA Johnson W. Sucipto mengatakan, penerapan asas cabotage merupakan bentuk implementasi kedaulatan Indonesia. Untuk kapal-kapal tertentu seperti kapal pengeboran minyak lepas pantai tipe C, Johnson setuju diberi pengecualian. Johnson bilang pengecualian tersebut berlaku selama belum tersedia kapal yang berbendera merah putih. Selain itu, dia berdalih, pengecualian itu bisa berlaku karena operator kapal-kapal kategori C tidak melakukan pemindahan penumpang maupun barang antar pulau maupun antar pelabuhan.Sebagai landasan hukumnya, Johnson mengatakan, pemerintah selaku pembina industri pelayaran dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah atau media penunjang hukum lainnya tanpa melakukan revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.Karena itu, dia meminta pemerintah konsisten menerapkan asas cabotage. “Proteksi terhadap pengusaha nasional yang sudah mulai berinvestasi di sektor penyedian kapal maupun fasilitas offshore kelompok C sangat diperlukan dengan tidak merevisi UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,“ ujarnya.Sejumlah perusahaan nasional sudah siap-siap masuk ke sektor offshore kelompok C seperti PT Berlian Laju Tanker (BLTA), PT Trada Maritim (TRAM), PT Meratus dan PT Hafar Samudera. Asas cabotage mewajibkan perusahaan menggunakan kapal Indonesia di perairan Indonesia. Kewajiban ini juga berlaku bagi kapal-kapal bagi kepentingan pengeboran minyak dan gas lepas pantai (offshore) di Indonesia. Asas ini akan ditetapkan Mei mendatang.Vice President Indonesia Petroleum Association Sammy Hamzah mengatakan asas cabotage memang sesuatu yang lazim di negera-negara di dunia, seperti Amerika, India, Brasil, China, dan Australia. Namun di negara-negara tersebut dia bilang berlaku dispensasi untuk teknologi pengeboran minyak lepas pantai. “Jika kapal-kapal tersebut tidak diberikan dispensasi maka pemilik atau operator tidak memiliki pilihan lain selain menghentikan operasi mereka yang akan berdampak secara drastis pada pendapatan serta eksplorasi dan produksi minyak dan gas di Indonesia,“ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News